Sunday, September 7, 2014

Hadist - 28










BAB MANDI JANABAH
HADITS KEDUA PULUH DELAPAN

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ، وَهُوَ جُنُبٌ، قَالَ: فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ، فَذَهَبْتُ فَاغْتَسَلْتُ، ثُمَّ جِئْتُ، فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: كُنْتُ جُنُبًا، فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسُكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، إنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ».


"Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berjumpa dengannya di salah satu jalan Madinah, sementara ia dalam keadaan junub." Abu Hurairah berkata, 'Aku malu dan pergi diam-diam'. Abu Hurairah kemudian pergi mandi dan kembali lagi setelah itu, lalu beliau - shallallahu 'alaihi wasallam - bertanya: "Kemana saja kamu tadi wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah menjawab: "Aku tadi dalam kondisi junub. Dan aku tidak ingin duduk bersamamu dalam keadaan belum bersuci." Beliau pun bersabda: "Subhaanallah! Sesungguhnya seorang Muslim itu tidak najis." [HR. Al Bukhari - Muslim]


--------------------------------------------------



Faedah yang terdapat dalam hadits:


1. Hadits ini menunjukan sucinya badan seorang muslim.


Berkata Al Imam An Nawawi_rahimahullah: "Hadits ini merupakan asas yang agung yang menyatakan sucinya badan seorang muslim, baik dalam kondisi hidup maupun sudah meninggal. Adapun jika masih hidup maka dia suci dengan ijma'nya kaum muslimin, sedangkan jika sudah meninggal maka pendapat yang rajih (jasadnya) tetap suci." [Syarah Muslim 4/66]


Pendapat yang dipilih Al Imam An Nawawi adalah pendapat Jumhur ulama.


Diantara dalil yang memperkuat pendapat jumhur adalah Atsar Ibnu 'Abbas_radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:


«المُسْلِمُ لاَ يَنْجُسُ حَيًّا وَلاَ مَيِّتًا»


"Seorang muslim (badannya) tidaklah najis, baik dalam keadaan hidup maupun sudah meninggal." [HR. Al Bukhari secara Mu'allaq]


Demikian pula Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk untuk memandikan jenazah. Berkata Sa'ad bin Abi Waqasah: "Kalau seandainya (jasadnya) itu najis maka niscaya aku tidak akan menyentuhnya." [Fathul Bari: 3/127].


Adapun Abu Hanifah berpendapat bahwa jasad orang muslim adalah najis. Ia berdalil dengan kisah seorang budak yang jatuh kedalam sumur Zamzam, kemudian Ibnu Zubair dan Ibnu 'Abbas memerintahkan untuk menguras sumur Zamzam.


Berkata Imam An Nawawi tentang kisah ini: "Sesungguhnya apa yang mereka kisahkan ini batil tidak ada asalnya." [Al Majmu' 1/116]


Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur ulama. Ini adalah pendapat yang dipilih Al Imam Al Bukhari, Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, Asy Syaukani, Syaikh Al 'Utsaimin_rahimahumullah dan Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni_hafizhahullah.


Masalah: Hukum badan orang kafir


Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;


Pendapat pertama, menyatakan bahwa badannya najis, ini adalah pendapat Imam Malik dan Azh Zhahiriyah, dan didukung oleh Ibnu Hazem. Dalil mereka:


a. Hadits Abu Hurairah_radhiyallahu 'anhu diatas;


«إنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ»


"Sesungguhnya seorang Muslim itu tidak najis."


Terpahami dari hadits ini, bahwa kalau dia kafir maka badannya najis.


b. Firman Allah Ta'ala:


«إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ»


"Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis." [At Taubah: 28]


Pendapat kedua, menyatakan bahwa badannya suci, hukumnya seperti hukum badan seorang muslim, ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka:


a. Allah Ta'ala membolehkan seorang muslim untuk menikahi wanita ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Suatu hal yang telah dimaklumi, bahwa jika seorang muslim menikah dengannya, maka akan terjadi persentuhan tubuh dengannya.


b. Demikian juga Allah Ta'ala membolehkan kita makan makanan Ahli Kitab. Allah Ta'ala berfirman:


{الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ...}


"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka." [QS. Al Maidah:5]


c. Hadits 'Imran bin Hushain, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya berwudhu dari bejananya seorang wanita musyrik. [Muttafqun 'alaihi]


d. Hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengikat Tsumaamah bin Utsaal didalam masjid sebelum dia masuk islam. [HR. Al Bukhari - Msulim]


e. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan Ali bin Abi Tholib untuk mengubur hasad orang tuanya dan demikian pula pada perang Badr beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyeret mayat-mayat orang-orang musyrikin dan dibunag di salah satu lembah lembah Badr. Kalau seandainya najis, niscaya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan memerintahkan para shahabat untuk tidak menyentuh mayat-mayat mereka secara langsung.


Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur ulama. Pendapat ini dipilih Syaikhul Islam, Asy Syaukani, Syaikh Al 'Utsaimin dan yang lainnya_rahimahumullah dan juga Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeni_hafizhahullah.


Catatan:


Adapun Firman Allah Ta'ala:


«إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ»


"Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis." [At Taubah: 28]


Maksud najis dalam ayat ini adalah najis secara maknawi, yaitu aqidahnya mereka busuk dan kotor.


1. Sucinya badan seorang muslim, bukan berarti badannya tidak mungkin tertimpa najis. Karena meskipun hukum asal badannya suci, namun apabila tertimpa najis maka wajib baginya membersihkan najis yang menimpa badannya.


2. Boleh bagi seorang yang sedang junub untuk keluar rumah dan mengakhirkan mandi janabah, namun dengan syarat jangan sampai melewati waktu shalat.


Wallahul muwaffiq ilash shawab.









?ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_28 Jumadal Ula 1435/ 29 Maret 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah

No comments:

Post a Comment