Thursday, October 16, 2014

Silsilah : Aina Nahnu min Haaulai? [34]

Ar-Rabi bin Khutsaim rahimahullah berkata kepada para sahabatnya : 


Tahukah kalian apa itu penyakit, obat dan kesembuhan? mereka menjawab : "Tidak tahu!". Beliau pun berkata : "(yang dimaksud) penyakit adalah dosa, obatnya adalah istighfar, sedangkan kesembuhannya adalah bertaubat dan tidak mengulangi perbuatannya."


[Shifatush Sofwah : 3/42]


-----------------------------------------------------------


 34

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kelimabelas





Pelajaran Kelimabelas

قَالَ الْمُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللهُ:
اعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ تَعَلُّمُ ثَلاَثِ هذه المَسَاِئلَ وَالعَمَلُ بِهِنَّ.

Berkata Penulis rahimahullah Ta'ala: "Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu-, bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari dan mengamalkan ketiga perkara ini."






Penjelasan:


Kita telah usai dari muqaddimah yang pertama dari kitab ini, sekarang kita akan memasuki muqaddimah yang kedua, yang mana muqaddimah yang kedua ini masih berkaitan dengan pembahasan sebelumnya. Seolah-olah muqadidimah yang pertama ibarat pintu untuk masuk ke muqaddimah yang kedua.


Perkataan penulis: "Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu-."


Kalimat ini telah berlalu penjelasannya di awal kitab. Doa ini ditujukan kepada para penuntut ilmu dan yang mempelajari risalah ini. Hal ini menunjukan kelembutan dan rahmat (kasih sayang) beliau kepada umat, terkhusus kepada para penuntut ilmu. Penulis rahimahullah kebanyakan mendoakan kepada para pembaca dengan doa rahmat, hal ini memberikan isyarat bahwa ilmu merupakan rahmat dari Allah, sebagaimana dalan firman Allah Ta'ala:


{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ}


"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". [QS. Al-Anbiya: 107]

PERCAKAPAN 15 : JADWAL PELAJARAN




PERCAKAPAN 15 : JADWAL PELAJARAN



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Jika kalian mendapatkan suara yang tidak jelas dalam audio ini, gunakan earphone untuk mendengarkannya.

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 23





Pelajaran Kedua Puluh Tiga


MATAN:


الْمُعْرَبَاتُ
قال المؤلف - رحمه الله: فَصْلٌ
"الْمُعْرَبَاتُ قِسْمَانِ: قِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ، وَقِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحُرُوْفِ. فَالَّذِي يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ، الْاسْمُ الْمُفْرَدُ، وَجَمْعُ التَّكْسِيْرُ، وَجَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّالَمِ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الَّذِي لَمْ يَتَّصِلْ بِآخِرِهِ شَيْءٌ.


MU'RABAT

Berkata penulis rahimahullah: PASAL

"Sesuatu yang dapat di I'rab ada dua kelompok: kelompok yang di I'rab dengan Harakat dan kelompok  yang di I'rab dengan huruf, adapun (kelompok) yang di I'rab dengan Harakat ada 4 jenis; Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi'il Mudhaari' yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun."”




PENJELASAN:

Setelah penulis rahimahullah menjelaskan secara rinci seputar Kalimat yang dapat di Irab, baik itu Isim maupun Fi'il, maka pada pasal ini beliau memberikan kesimpulan secara garis besar dari apa yang telah berlalu. Telah kita lalui bahwa Kalimat yang dapat di I'rab berdasarkan perincian penulis ada delapan:




  1. Isim Mufrad,

  2. Jamak Taksir,

  3. Jamak Muannats Saalim,

  4. Fi'il Mudhaari' yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun,

  5. Al Mutsanna,

  6. Jamak Mudzakkar Saalim,

  7. Al-Asmaaul Khamsah dan

  8. Al-Af'aalul Khamsah.

Hadist Kedua al-Arba'in An-Nawawiyyah : Penjelasan Tingkatan-Tingkatan Agama; Islam, Iman dan Ihsan [1]

MENDULANG MUTIARA DARI HADITS AL-ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH








Penjelasan Tingkatan-Tingkatan Agama; Islam, Iman dan Ihsan (1)

HADITS KEDUA


HADIST:


عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [رواه مسلم]


"Dari Umar radhiyallahu 'anhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam menjawab: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ Anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau menjawab: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ Anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau menjawab: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau menjawab: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau menjawab:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. [Riwayat Muslim]






Fatwa-Fatwa Kibar Ulama Seputar Pendidikan Anak : Hukum Khitan bagi Perempuan

Fatwa-Fatwa Kibar Ulama Seputar Pendidikan Anak-Anak






Fatwa Pertama :  Hukum Khitan bagi Perempuan



Soal: Sebagian negeri-negeri Islam melakukan sunatan terhadap anak perempuan, dengan keyakinan bahwa hal tersebut adalah wajib atau sunnah. Media masa ingin memuat permasalahan ini, karena memandang pentingnya melihat pandangan syariat dalam permasalahan ini, maka kami berharap kepada Syaikh yang mulya untuk memberikan pencerahan tentang pandangan syariat dalam hal ini?


Jawaban asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:


Wa 'alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuhu.

Khithan bagi anak perempuan adalah sunnah, sebagaimana khitan bagi anak laki-laki, jika memang didapatkan orang yang memiliki keahlian, dari kalangan dokter laki-laki maupun dokter perempuan. Hal ini berdasarkan (keumuman) sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:


«الْفِطْرَةُ خَمْسٌ: الْخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ».


"Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima, yaitu; berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak." [Muttafaqun 'alaihi]


Semoga Allah memberikan taufik untuk semuanya kepada apa yang Dia ridhai. Wassalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu.


Sumber: Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz: 10/46.


Sunday, October 12, 2014

Hadist 38 'Umdatul Ahkam




HADITS KETIGA PULUH DELAPAN



عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -: أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي المَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً».


"Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang  pun sebelumku; Aku ditolong dengan rasa takut (pada musuh) dari jarak perjalanan satu bulan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan alat bersuci. Maka dimana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafa'at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


Saturday, October 11, 2014

Makna Kalimat Tauhid Dan Keutamaannya




Makna Kalimat Tauhid Dan Keutamaannya



{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)}


Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. [QS. Al-Baqarah: 21-22]


{إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}


Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan. [QS. Al-'Ankabut: 17]


Wahai saudaraku kaum muslimin!


Sesungguhnya pondasi agama Islam yang mulya ini adalah kalimat Ikhlas, yaitu mengikhlaskan niat dalam berkata, beramal, shalat, puasa, zakat, shadaqah dan semua keadaannya hanyalah untuk Allah semata, tidak boleh diperuntukkan kepada selain-Nya. Hendaknya seorang muslim, tidaklah dia melakukan amalan atau menjauhi larangan melainkan yang dia inginkan adalah wajah Allah semata, hatinya tidak menoleh kepada selain Allah, siapa pun dia, dimana pun dan kapan pun, hanyalah dia peruntukkan untuk Allah semata.


Hakekat kalimat Tauhid adalah meng-Esakan Allah dalam peribadahannya, tidak menjadikan makhluk-Nya sebagai sekutu didalam peribadahannya, dia berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya. Inilah hakekat agama yang dibawa oleh para Rasul yang diutus oleh Allah 'Azza wa Jalla. Allah Ta'ala berfirman:


Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah [bagian kedua]

KILAUAN MUTIARA HIKMAH DARI NASIHAT SALAFUL UMMAH 






BAB 10 : Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah [bagian kedua]




  1. Utsman bin Zaidah berkata, Sufyan (Ats Tsauri) berwasiat kepadaku : “Janganlah kamu bergabung dengan ahli bid’ah.” (Al Ibanah 2/463 nomor 452-456)

  2. Al Faryabi berkata : “Sufyan Ats Tsauri selalu melarangku duduk dengan si Fulan -yaitu seorang ahli bid’ah-.” (Ibid)

  3. Ibnul Mubarak berkata : “Hati-hatilah kamu jangan sampai duduk dengan ahli bid’ah.” (Ibid)

  4. Muqatil bin Muhammad berkata, Abdurrahman bin Mahdi berkata kepadaku : “Hai Abul Hasan, janganlah kamu duduk dengan ahli bid’ah ini sesungguhnya mereka senantiasa berfatwa tentang perkara yang Malaikat tidak mampu (menuliskannya).” (Ibid)

  5. Al Fudlail bin Iyyadl berkata : “Saya telah mendapatkan bahwa sebaik-baik manusia seluruhnya adalah Ahli Sunnah dan mereka senantiasa melarang bergaul dengan ahli bid’ah.” (Al Lalikai 1/138 nomor 267)

  6. Yahya bin Abi Katsir berkata : “Kalau kamu bertemu ahli bid’ah di suatu jalan maka ambillah jalan lain.” Begitu pula kata Al Fudlail bin Iyyadl. (Al I’tisham 1/172, Al Ibanah 2/474-475 nomor 490 dan 493, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ 55, Asy Syari’ah 67, dan Al Lalikai 1/137 nomor 259)

  7. Abu Qilabah berkata : “Janganlah kamu duduk bersama ahli ahwa’ dan jangan berdialog dengan mereka sebab sesungguhnya saya tidak aman kalau-kalau mereka membenamkan kamu dalam kesesatan mereka atau mengaburkan apa-apa yang telah kamu ketahui.” (Al Bida’ 55, Al I’tisham 1/172, Al Lalikai 1/134 nomor 244, Ad Darimy 1/120 nomor 391, Al Ibanah 2/473 nomor 369, Asy Syari’ah 61)

  8. Al Fudlail bin Iyyadl berkata : “Jangan kamu duduk (bermajelis) bersama ahli bid’ah sebab sesungguhnya saya khawatir kamu tertimpa laknat.” (Al Lalikai 1/137 nomor 261 dan 262)

  9. Ia --juga-- berkata : “Hati-hatilah kamu (jangan) masuk kepada ahli bid’ah karena sesungguhnya mereka itu selalu menghalangi orang dari Al Haq.” (Ibid)

  10. Al Hasan Al Bashry dan Ibnu Sirin berkata : “Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ dan jangan kamu berdialog dengan mereka dan jangan dengar ucapan mereka.” (Al Ibanah 2/444 nomor 395 dan Ad Darimy 1/121 no 401)

  11. Ibrahim An Nakha’i berkata : “Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ karena saya khawatir kalau-kalau hatimu berbalik (murtad).” (Al Ibanah 2/439 nomor 373, Al Bida’ 56, Al I’tisham 1/172)

  12. Al Hasan Al Bashry berkata : “Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebab yang demikian menjadikan hati berpenyakit.” (Al Bida’ 54, Al Ibanah 2/438 nomor 373 juga dari Abdullah Al Mula’i nomor 373 dan Ibnu Abbas nomor 371)

  13. Mujahid berkata : “Janganlah kamu berada dalam satu majelis dengan ahli ahwa’ sebab mereka mempunyai cacat seperti kurap.” (Al Ibanah 2/441 nomor 382)

  14. Muhammad bin Muslim berkata, Allah mewahyukan kepada Musa bin Imran Alaihis Salam : “Hendaknya kamu jangan duduk dengan ahli ahwa’ karena (dikhawatirkan) engkau akan mendengar satu ucapan yang menyebabkan kamu ragu lalu sesat dan masuk neraka.” (Al Bida’ 56)

  15. Ibnu Mas’ud berkata : “Barangsiapa yang suka memuliakan Diennya maka tinggalkanlah bermajelis dengan ahli ahwa’ sebab yang demikian itu lebih sulit lepasnya dibanding penyakit kulit (koreng, dan sebagainya).” (Ibid 57)

  16. Al Hasan Al Bashry berkata : “Janganlah duduk dengan pengekor hawa nafsu lalu ia melemparkan sesuatu dalam hatimu dan kamu ikuti lalu kamu celaka atau kamu menolaknya akibatnya hatimu menjadi sakit.” (Ibid)

  17. Al Fudlail bin Iyyadl berkata : “Ahli bid’ah itu jangan kamu mempercayainya dalam soal agamamu dan jangan ajak dia bermusyawarah dalam urusanmu dan jangan duduk dengannya. Maka siapa yang duduk dengannya, Allah wariskan kepadanya kebutaan (dari Al Haq).” (Al Lalikai 1/138 nomor 264)

  18. Ibrahim An Nakha’i berkata : “Janganlah duduk dengan ahli ahwa’ sebab sesungguhnya duduk dengan mereka melenyapkan cahaya iman dari dalam hati dan menghilangkan keindahan wajah dan mewariskan kebencian di dalam hati kaum Mukminin.” (Al Ibanah 2/439 nomor 375)

  19. Dari Atha’ ia berkata, Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa Alaihis Salam : “Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebab sesungguhnya mereka akan menimbulkan perkara baru yang belum pernah ada di dalam hatimu.” (Ibid 2/433 nomor 358)



  1. Salamah bin Alqamah berkata : “Muhammad bin Sirin selalu melarang manusia berbicara dan duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid 2/522 nomor 624)

  2. Aly bin Abi Khalid menceritakan bahwa ia berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal : “Orang tua ini --sambil mengisyaratkan kepada syaikh itu-- adalah jiranku dan saya telah melarangnya bergaul dengan seseorang (bid’iy) dan ia lebih suka mendengar perkataan Anda dalam perkara ini --mengenai Harits Al Qashir-- (Harits Al Muhasibi) dan Anda pernah melihatku bersamanya selama beberapa tahun lalu Anda katakan pada saya : ‘Jangan duduk (bermajelis) dengannya dan jangan ajak bicara.’ Maka sejak saat itu saya tidak pernah mengajaknya bicara sampai saat ini sedangkan orang tua ini senang duduk (bermajelis) dengannya maka bagaimana pendapat Anda dalam hal ini?” Saya lihat wajah Imam Ahmad memerah, urat lehernya membengkak dan matanya melotot marah dan saya belum pernah melihatnya seperti itu sama sekali kemudian beliau menghembuskan nafas dan mulai berkata : “Orang itu! Allah telah berbuat terhadapnya apa yang Dia perbuat, tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang berpengalaman dan mengenalnya, uwaiyyah, uwaiyyah, uwaiyyah, dia itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali yang pernah bergaul dan mengenalnya, dia itu yang pernah duduk bersamanya Al Maghazily, Ya’qub, dan Fulan lalu ia menggiring mereka kepada pemikiran Jahm akhirnya mereka binasa karenanya.” Orang tua itu berkata : “Wahai Abu Abdillah, ia juga meriwayatkan hadits, lembut, khusyu’ dan orang tua itu terus menceritakan kebaikan Harits Al Muhasibi.” Imam Ahmad marah dan berkata : “Janganlah kau tertipu dengan kekhusyukan dan kelembutannya. Dan jangan kamu terpedaya dengan kebiasaannya menundukkan kepala karena sesungguhnya dia adalah laki-laki yang jahat, dia itu tidaklah mengetahuinya kecuali yang telah berpengalaman dengannya, jangan kamu ajak dia bicara. Tidak ada kemuliaan baginya. Apakah setiap yang meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam padahal ia seorang mubtadi’ kamu akan duduk bersamanya? Tidak! Jangan. Tidak ada kemuliaan baginya dan jangan kita membutakan mata!” Beliau mengulangi-ulangi ucapannya : “Tidak ada yang mengetahuinya kecuali yang pernah mengujinya dan mengenalnya.” (Thabaqat Hanabilah 1/233-234 nomor 325)



  1. Dari Abduus bin Malik Al Aththar ia berkata, saya mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berkata : “Dasar-dasar As Sunnah menurut kami adalah --beliau sebutkan di antaranya-- : ‘ ... dan tidak duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid 1/241 nomor 338)



  1. Imam Ahmad ketika ditanya tentang Al Karabisiy, beliau menjawab : “Dia itu seorang mubtadi’.” (Tarikh Baghdad 8/66)

  2. Diberitakan kepada Yahya bin Ma’in bahwa Husain Al Karabisiy mengatakan sesuatu tentang Ahmad bin Hanbal maka katanya : “Siapa Husain Al Karabisiy itu? Semoga Allah melaknatnya. Dia itu selalu membicarakan perkara yang masih tersamar bagi manusia, Husain itu rendah dan Ahmad itu tinggi kedudukannya.” (Ibid 8/65)

  3. Juga diceritakan kepadanya bahwa Husain mengatakan sesuatu tentang Imam Ahmad maka ia berkata : “Alangkah pantasnya ia dipukul.” (Ibid 8/64)

  4. Yusuf bin Asbath berkata : “Ayahku seorang Qadariy sedangkan saudara-saudara ibuku adalah Rafidly (Syiah ekstrim) lalu Allah menyelamatkanku dengan (bimbingan) Sufyan.” (Al Lalikai 1/60 nomor 32)


Friday, October 10, 2014

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Keempatbelas





Pelajaran Keempatbelas

وَقَالَ البُخَارِيُّ رحمه الله تعالى: (بَابُ) " العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالْعَمَلِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ} [محمد: ١٩]. فَبَدَأَ بِالْعِلْمِ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ.

Berkata Penulis rahimahullah Ta'ala:"Berkata al-Imam al-Bukhari rahimahullah: "Bab: Berilmu sebelum berkata dan beramal. Dalilnya Firman Allah Ta'ala: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu." [QS. Muhammad: 19] Memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal.






Penjelasan:


Al-Imam al-Bukhari merupakan salah satu ulama besar dan tershohor. Nama beliau adalah Muhamad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari dari Bukhara. Kunyah beliau Abu Abdillah. Beliau dilahirkan pada bulan Syawal tahun 194 H dan meninggal pada tahun 256 H. Usia beliau 62 tahun.


Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi rahimahullah sepertinya menyebutkan perkataan al-Imam al-Bukhari secara makna. Adapun nash yang terdapat dalam kitab "Shahihul Bukhari" dalam kitabul 'ilmi "Bab: Berilmu sebelum berkata dan beramal. Dalilnya Firman Allah Ta'ala: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah." [QS. Muhammad: 19] Memulai dengan ilmu."


Bab yang diberikan oleh al-Imam al-Bukhari menunjukan tingginya kefaqihan beliau dan kuatnya dalam ber-istidlal (mengambil sisi pendalilan).

Tuesday, October 7, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 22





Pelajaran Kedua Puluh Dua


MATAN:


قال المؤلف - رحمه الله: "وأمَّا الْحذفُ فيَكُونُ عَلاَمَةً للجَزمِ في الْفِعْل الْمُضَارع الْمُعْتل الآخِر، وَفي الأفْعَالِ الْخَمْسةِ التي رفْعُهَا بثبَاتِ النُّونِ."


Berkata penulis rahimahullah : “Dan adapun  Jazm, maka ia menjadi alamat bagi Jazm pada Fi'il Mudhari' yang Mu'tal akhirnya dan pada al-Af'alul Khamsah yang Rafa'nya dengan menetapkan nun.”




?PENJELASAN:

  1. Alamat kedua adalah al-Hadzfu.


Al-Hadzfu, ia menjadi alamat bagi Jazm hanya pada dua tempat; pada Fi'il Mudhari' yang Mu'tal akhirnya dan pada Fi'il-fi'il Mudhari yang Rafa'nya dengan menetapkan nun (al-Af'alul Khamsah).


Masalah : Apakah yang dimaksud dengan al-Hadzfu?


Maksudnya adalah membuang Huruf akhir yang ada pada dua Fi'il Mudhari' tersebut.




  1. Fi'il Mudhari' yang Mu'tal akhirnya.


Ia adalah Fi'il Mudhari' yang berakhiran dengan huruf Alif, Wawu maupun Ya.


Contoh yang berakhiran dengan huruf Alif:


-   يَبْقَى


"Sedang atau akan menetap"


-   يَرْضَى


"Sedang atau akan meridhai"


-   يَسْعَى


"Sedang atau akan berusaha"


Kalian perhatikan 3 Fi'il Mudhari diatas!


Ketiga Fi'il Mudhari' diatas berakhiran Alif. Kita mengetahui ia berakhiran Alif dengan adanya harakat Fathah yang pada pada huruf sebelumnya.


Monday, October 6, 2014

Analisa : Kenapa Fitnah Di Indonesia Tak Kunjung Padam?

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






Analisa : Kenapa Fitnah Di Indonesia Tak Kunjung Padam?



Telah sampai kepada saya dua buah surat yang berisi sebuah "ANALISA" fitnah yang terjadi di Negara kita Indonesia yang tidak kunjung padam. Saudara penganalisis ini ingin memberikan analisa dan juga sekaligus solusi bagaimana menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Indonesia. Namun sangat disayangkan, niat baik dia tercampuri dengan sikap fanatik pada satu pihak dan menyalahkan pihak yang lain dan juga padanya penggambaran serta pengkiyasan yang kurang tepat, maka hal ini bisa menyebabkan bagi orang membaca analisa tersebut dalam keadaan tidak tahu hakikat permasalahan yang sesungguhnya, akan terbawa oleh analisanya sehingga tergiring kemana penganalisis akan membawanya.


Berikut dua analisa yang sampai kepada saya tanpa saya edit dan ubah tulisannya:





  1. Syaikh abdurrohman sejak fitnahnya hajuri sampai skrg blm ada bantahnx dimajlis umum trhadp syaikh yahya tdk pula dg tulisan...adkah ulama yg mangatakn "syaikh abdurrohman lembek manhajnya ?? "bgtpn masyaikh yg lainnya,sprt syaikh abdulloh adzamary,syaikh,muh.assoumaly.dll dlm keadaan mereka tau klo syaikh yahya memilki penyimpangan,dan ulama lain yg membantah syaikh yahya tdk menyalahkn ulama2 yg msh mendekati syaikh yahya dlm rangka menasehatinya bkn setuju dg penyimpanganx,dan ini letak perbedaan ulama yaman dg sebagian asatidzah di indo dalm menyikapi fitnah...khususnya fitnah org2 yg asalnya adlh ahlissunnah..klo kita mengikuti manhajx para ulama dlm hal ini,insyaAllah asatidzah salafiyyiin. di indo akn bersatu..allahu 'alam ini menurut analisa ana pribadi.

  2. Padahal fitnah diyaman lbh para dibanding indonesia.krn disana memang bersentuhan lgsg dg sebab2 fitnah.hajuri asalanya di sana,abul hasan alma'ribi tinggalnya disana bhkn punya pondok dan sntri org2 indo,zindani ada disana,rofido ada disana indonesia sbnrnya cm kena imbas2nya,org2 yamqnpun tdk kalah semangatnya klo ada fitnah,tp kenapa di indo lbh terasa hawanya dan dipusatnya (yaman)bagaikn tdk ada fitnah...krn sebagian ust.di indo trll mengembor2kn dan menyeret seluruh madu' msk ke dlm lubang fitnah, klo ulama diyaman melibatkn org2 yg berkompoten sj,khususnya fitnah yg berkaitan sesama ahlissunnah.



Apakah benar apa yang disampaikan olehnya? Begitukah gambaran dan solusinya?


Fatwa-Fatwa Kibar Ulama Seputar Pendidikan Anak : Hukum Khitan

Fatwa-Fatwa Kibar Ulama Seputar Pendidikan Anak-Anak






Fatwa Pertama :  Hukum Khitan



Soal: Apa hukum khitan?


Jawaban asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:


Khithan termasuk dari sunnah-sunnah fitrah dan termasuk pula dari syiar-syiar Islam, sebagaimana yang ditunjukan dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah, ia berkata:


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْفِطْرَةُ خَمْسٌ: الْخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ».


"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima, yaitu; berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memulai dengan penyebutan khitan dan Beliau mengkabarkan bahwa hal tersebut termasuk sunnah-sunnah fitrah.


Khitan secara syariat adalah memotong sebagian kulit yang menutupi ujung kemaluan saja. Adapun menguliti atau menghabiskan (sebagian) kulit yang menutupi kemaluan atau menghabiskan seluruhnya sebagaimana hal ini terjadi di sebagian negera-negera keji, yang mana mereka beranggapan dengan kejahilan mereka bahwa yang demikian itu adalah khitan yang disyariatkan, padahal tidaklah yang demikian itu melainkan syariat syaithan yang dia bungkus dengan keindahan kepada orang-orang yang jahil, menyiksa yang dikhitan dan menyelisihi sunah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam serta syariat Islamiyah yang datang membawa kemudahan dan menjaga (keselamatan) jiwa.


Friday, October 3, 2014

Keutamaan Doa di Hari 'Arafah Untuk Para Jama'ah Haji dan Selain Mereka dan Waktu Puasa Hari 'Arafah untuk Selain Jamaah Haji

Keutamaan Doa di Hari 'Arafah Untuk Para Jama'ah Haji dan Selain Mereka dan Waktu Puasa Hari 'Arafah untuk Selain Jamaah Haji






Bersama Al-'Allaamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah



Soal pertama:


Wahai Fadhilatus Asy-Syaikh Shalih, Apakah terkabulnya doa dan keutamaanya pada hari 'Arafah hanya (diperoleh) khusus untuk para jamaah haji saja atau mencakup yang lainnya?


Jawaban beliau:


Doa pada hari 'Arafah itu berlaku umum, baik untuk jamah haji maupun yanag lainnya, hanya saja untuk jamaah haji lebih terkhususkan, karena mereka berada di tempat yang (penuh) keutamaan, mereka mengenakan pakaian ihram dan melakukan wuquf di 'Arafah. Maka dengan ini, untuk mereka lebih ditekankan untuk membaca doa ini (doa hari 'Arafah). Keutamaan yang diperoleh oleh mereka (para jamaah haji) lebih dari pada selain mereka. Adapun kaum muslimin yang lainnya yang tidak berhaji, maka disyariatkan pula untuk membaca doa tersebut dan bersungguh-sungguh berdoa pada hari tersebut agar bisa ikut serta bersama jamaah haji mendapatkan keutamaan ini. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


«خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ»


"Sebaik-baik doa adalah doa (yang dipanjatkan) pada hari 'Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku ucapkan adalah "LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR (Tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Maha menguasai atas segala sesuatu)." [HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani]


Thursday, October 2, 2014

Fatwa Seputar Hukum Udhiyah Atau Kurban (bagian 3)

29 FATWA SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN






Bersama Al-'Allaamah Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin



Bagian Ketiga/Terakhir




  1. Yang dilarang untuk memotong rambut dan kuku adalah orang yang akan berkurban, adapun keluarganya tidak masuk dalam larangan. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Jika seseorang mewakilkan orang lain untuk membeli hewan kurban atau menyembelih hewan kurbannya, maka yang dilarang untuk memotong rambut dan kuku adalah pemilik hewan kurban, adapun orang yang mewakili membeli atau menyembelih tidak masuk dalam larangan. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Bagi orang yang berkurban, jika ia memotong rambut atau kukunya karena lupa maka tidaklah berdosa. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  4. Barangsiapa yang telah memotong rambut atau kuku sebelum dia berniat untuk berkurban, kemudian berniat akan berkurban satu atau dua hari sebelum Ied maka tidaklah berdosa, namun hendaknya dia menahan untuk tidak memotong rambut atau kukunya kembali setelah dia berniat akan berkurban. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  5. Barangsiapa memotong rambut atau kuku dengan sengaja maka wajib baginya bertaubat, dan tidak ada kewajiban baginya membayar kafarah, sebagaimana pula tidak terhalangi dirinya untuk menyembelih hewan kurbannya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  6. Orang yang berhaji jika ingin berkurban maka dirinya dilarang memotong rambut atau kuku. [Asy-Syaikh Bin Baz]

  7. Barangsiapa memotong rambut dan kuku karena suatu hajat maka tidaklah berdosa, seperti kulitnya terkelupas sehingga harus memotong kukunya atau harus memotong rambutnya untuk pengobatan dari luka yang ada dikepalanya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  8. Disunnahkan bagi yang berkurban untuk makan, menghadiahkan dan menshadaqahkan hewan kurbannya. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  9. Lebih utama untuk hewan kurban dibagi menjadi tiga bagian; sepertiga untuk dimakan, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga lagi untuk dishadaqahkan ke orang lain, namun hal ini bukanlah perkara yang wajib, bahkan boleh juga di makan setengahnya dan setengahnya lagi untuk dihadiahkan dan dishadaqahkan. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]


Demikian fatwa-fatwa ringkas seputar ibadah udhiyah atau kurban kami sampaikan. Semoga bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.


Silsilah : Aina Nahnu min Haaulai? [33]

al Khatib al Baghdaadi rahimahullah berkata : “Banyak bercanda dan tertawa akan 




  • Merendahkan kedudukan

  • Dan menghilangkan kewibawaan.”


[al Jami’ li Akhlaqir Rawi : 1/156]


-----------------------------------------------------------


 33

Wednesday, October 1, 2014

PERCAKAPAN 14 : ADZAN ASHAR




PERCAKAPAN 14 : ADZAN ASHAR



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Jika kalian mendapatkan suara yang tidak jelas dalam audio ini, gunakan earphone untuk mendengarkannya.

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

Tuesday, September 30, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 21





Pelajaran Kedua Puluh Satu : Bab Alamat Jazm


MATAN:


قال المؤلف - رحمه الله: "وَلِلْجَزْمِ عَلاَمَتَانِ: السُّكُونُ، وَالْحَذْفُ."


Berkata penulis rahimahullah : “Jazm, ia memiliki dua alamat: Sukun dan Hadzfu (membuang).”




?PENJELASAN:

Pada pembahasan yang telah lalu, kita telah mempelajari tiga jenis I'rab, yaitu Rafa', Nashab dan Khafadh atau Jar, dan telah berlalu pula pembahasan masing-masing alamatnya. Sekarang kita memasuki jenis keempat atau terakhir dari macam-macam I'rab, yaitu Jazm. Diterangkan oleh penulis kitab ini, bahwa Jazm memiliki dua alamat; Sukun dan Hadzfu (membuang).


-----------------------------------------------------------------------------------------


MATAN:


قال المؤلف - رحمه الله:"فَأَمَّا السُّكُونُ فَيَكُونُ عَلاَمَةً لِلْجَزْمِ في الْفِعْلِ الْمُضَارِع الصحيح الآخر."


Berkata penulis rahimahullah : "Adapun Sukun, maka ia menjadi alamat bagi Jazm pada Fi'il Mudhari' yang shahih akhirnya."


-----------------------------------------------------------------------------------------


Penjelasan:


Alamat pertama adalah Sukun. Harakat Sukun, ia menjadi alamat bagi Jazm hanya pada satu tempat saja, yaitu Fi'il Mudhari' yang shahih akhirnya.


Fatwa Seputar Hukum Udhiyah Atau Kurban (bagian 2)

29 FATWA SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN






Bersama Al-'Allaamah Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin



Bagian Kedua




  1. Lebih utama bagi seseorang tidak berkurban lebih dari satu kambing. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Orang yang berhaji tidak perlu berkurban, namun jika mampu maka boleh baginya meninggalkan uang untuk keluarganya agar mereka membeli hewan kurban dan kemudian mereka sembelih untuk mereka. Adapun dia hanya menyembelih hewan hadi (hewan kurban yang merupakan kewajiban untuk haji) di Mekkah dan tidak perlu lagi berkurban. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Orang yang berhaji yang telah meniatkan untuk berkurban maka boleh baginya menyembelih hewan kurbannya di Mekkah. [Asy-Syaikh Bin Baz]

  4. Hewan kurban harus dari jenis binatang ternak, yaitu onta, sapi atau kerbau dan kambing. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  5. Hewan kurban harus mencapai umur yang telah ditentukan dalam syariat; onta harus berumur lima tahun atau lebih, sapi harus berumur dua tahun atau lebih dan kambing ada dua jenis, untuk jenis kambing biri-biri atau domba maka harus berumur 6 bulan atau lebih, adapun jenis kedua kambing kacang harus berumur satu tahun atau lebih. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  6. Waktu penyembelihan yang telah ditentukan oleh syariat adalah dimulai dari setelah shalat Iedul Adha sampai dengan terbenamnya matahari pada hari tasyriq yang ketiga. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  7. Hewan kurban tidaklah sah kecuali jika selamat dari aib atau cacat, seperti;



  •  Buta dan jelas kebutaannya, seperti matanya menonjol keluar atau lepas atau nampak warna putih pada bola matanya.



  • Sakit dan jelas nampak kesakitannya, seperti tampak pada badannya panas tinggi atau kudisan.
    Pincang dan kepincangannya itu jelas, yaitu tampak pada jalannya.



  • Kurus sekali dan tidak bersumsum (berdaging) [Rincian Asy-Syaikh al-'Utsaimin]



  1. Hewan kurban yang terpotong telinganya, patah tanduknya atau salah satu matanya tidak melihat, namun jika orang melihatnya tidak tampak buta sebelah maka ini semua sah untuk dijadikan sebagai hewan kurban. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Barangsiapa yang telah berniat menyembelih hewan kurban maka dilarang baginya untuk memotong rambut dan kuku mulai dari awal Dzulhijjah sampai dia menyembelih hewan kurbannya. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Boleh berkurban dengan kambing kebiri sebagaimana pernah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]


Demikian fatwa-fatwa ringkas seputar ibadah udhiyah atau kurban kami sampaikan dan insya Allah kita lanjutkan kembali pada bagian selanjutnya. Semoga bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.

Sumber: 29 Mas'alah Min Fatawa Ibnu Baz wa Ibnu 'Utsaimin.
.


Monday, September 29, 2014

Fatwa Seputar Hukum Udhiyah Atau Kurban

29 FATWA SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN






Bersama Al-'Allaamah Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin



Bagian Pertama




  1. Ibadah kurban hukumnya sunnah, bukan hal yang wajib. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Satu hewan kurban mencukupi untuk satu orang dan keluarganya serta orang-orang yang dia masukan dari kalangan kaum muslimin. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Satu keluarga tercukupkan untuk mereka dengan satu hewan kurban, meskipun dia memiliki anak-anak yang bekerja sebagai pegawai dan sudah berkeluarga serta memiliki gaji bulanan. Akan tetapi dengan syarat makan dan minum mereka satu, artinya dapur mereka menjadi satu. Adapun jika masing-masing punya dapur sendiri maka hewan kurbannya harus berbeda-beda antara satu (dapur) dengan yang lainnya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  4. Yang menyembelih hewan kurban adalah penanggung jawab keluarga, baik ayah, suami, anak yang paling besar ataupun anak yang paling kecil. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  5. Wanita tidak diwajibkan baginya berkurban, bahkan ia masuk bersama (kurban) laki-laki, baik itu ayah, suami, anak laki-laki, atau saudara laki-lakinya. Akan tetapi apabila ia ingin berkurban sendiri maka tidak mengapa. Dilarang baginya memotong rambut dan kuku seperti laki-laki (jika akan berkurban). [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  6. Boleh bagi wanita berkurban. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  7. Berkurban dengan niat untuk mayit maka ada tiga keadaan:

    • Si mayit telah berwasiat untuk disembelihkan kurban untuknya dari hartanya dalam rangka mengamalkan wasiatnya.

    • Orang yang hidup berkurban dari hartanya sendiri untuk dirinya, namun dia juga meniatkan untuk memasukan si mayit dalam kurbannya. Hal ini diperbolehkan.

    • Orang yang hidup berkurban, namun dikhususkan hanya untuk si mayit saja, maka dalam hal ini lebih utama baginya tidak melakukannya, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika pamannya "Hamzah", istrinya "Khadijah" dan yang lainnya meninggal, Beliau tidak menyembelih hewan kurban untuk mereka secara khusus atau untuk masing-masing dari mereka. [Rincian Asy-Syaikh al-'Utsaimin]



  8. Boleh bagi seorang muslim berhutang agar bisa berkurban, selama dia yakin bahwa nanti dirinya mampu membayar hutangnya. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  9. Berkurban dengan onta atau sapi, boleh padanya berserikat tujuh orang dalam membelinya. Adapun kambing maka tidaklah sah kecuali dari satu orang. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  10. Orang yang merantau dan hidup di negeri orang, sedangkan keluarganya berada di negeri lain, boleh baginya mengirim uang kepada keluarganya untuk disembelihkan hewan kurban untuknya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]


Demikian fatwa-fatwa ringkas seputar ibadah udhiyah atau kurban kami sampaikan dan insya Allah kita lanjutkan kembali pada bagian selanjutnya. Semoga bermanfaat untuk Islam dan muslimin.


Sumber: 29 Mas'alah Min Fatawa Ibnu Baz wa Ibnu 'Utsaimin.


Sunday, September 28, 2014

Hadist 37 'Umdatul Ahkam




HADITS KETIGA PULUH TUJUH



عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: «بَعَثَنِي النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي حَاجَةٍ، فَأَجْنَبْتُ، فَلَمْ أَجِدْ الْمَاءَ، فَتَمَرَّغْتُ فِي الصَّعِيدِ، كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: إنَّمَا يَكْفِيَكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا - ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ، وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ».


"Dari 'Ammar bin Yasir radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengutusku untuk suatu keperluan kemudian aku junub, lalu aku tidak mendapati air, maka aku menggulingkan badan ke tanah sebagaimana binatang melata menggulingkan badannya?. Kemudian kutemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kuceritakan perkara tersebut kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Beliau bersabda, 'Sudah cukup memadai bagi kamu dengan kamu menepukkan tangan kamu begini', kemudian beliau menepukkan tangan beliau ke tanah dengan satu tepukan, kemudian beliau menyapu tangan kiri beliau pada tangan kanan dan punggung kedua tapak tangan serta wajah beliau." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


----------------------------------


Saturday, September 27, 2014

Hukum Puasa Hari 'Arafah dan 8 Hari Sebelumnya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






HUKUM PUASA HARI 'ARAFAH DAN 8 HARI SEBELUMNYA



Berkata Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu:


وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ»


"Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari 'Arafah, maka beliau menjawab: "Puasa itu akan menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang" [HR. Muslim].


Masalah: Bolehkah kita puasa dari tanggal 1 - 9 Dzulhijah atau 8 – 9 Dzulhijah?


Jawab: Diantara hari-hari yang disunnahkan untuk kita berpuasa adalah dari tanggal 1 - 9 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka adalah hadits Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:


أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟» قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ؟ قَالَ: «وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ»


"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang lebih utama dari pada amalan yang dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari diawal bulan dzulhijah_pent), para shahabat berkata: Tidak pula jihad? Beliau menjawab: "Tidak pula jihad, kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (dijalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi" [HR. Al-Bukhari].


Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar : "Hadits ini dijadikan dalil untuk keutamaan berpuasa 10 hari diawal bulan dzulhijah (kecuali tanggal 10, maka tidak boleh berpuasa pada hari raya_pent) karena puasa termasuk bentuk amalan." [Fathul Bari no 969]


Friday, September 26, 2014

Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah

KILAUAN MUTIARA HIKMAH DARI NASIHAT SALAFUL UMMAH 






BAB 10 : Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah




  1. Abu Nu’aim berkata, Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjid pada hari Jum’at, tiba-tiba ia melihat Al Hasan bin Shalih bin Hayy sedang shalat, beliau berkata : “Kami berlindung kepada Allah dari khusyuknya munafiq.” Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah. Katanya lagi --juga dari Ats Tsauri-- : “Dia itu adalah orang yang menganggap bolehnya menumpahkan darah ummat.” (At Tahdzib 2/249 nomor 516)

  2. Bisyr bin Al Harits berkata, Zaidah biasa duduk di masjid memperingatkan manusia dari Ibnu Hayy dan shahabat-shahabatnya, katanya : “Mereka itu menganggap halal menumpahkan darah kaum Muslimin.” (Ibid)

  3. Abu Shalih Al Farra’ berkata, saya menyampaikan kepada Yusuf bin Asbath dari Waki’ mengenai perkara fitnah, ia berkata : “Dia --Al Hasan bin Hayy-- itu seperti gurunya.” Lalu saya berkata kepada Yusuf : “Apakah kamu tidak takut kalau ini ghibah?” Ia menjawab : “Mengapa, hai tolol? Saya lebih baik terhadap mereka dibanding bapak ibu mereka. Saya mencegah manusia beramal dengan apa yang mereka ada-adakan agar manusia tidak mengikuti pula dosa-dosa mereka itu dan orang yang menyanjung mereka justru jauh lebih berbahaya daripada mereka.” (Ibid)

  4. Abdullah bin (Al Imam) Ahmad bin Hanbal berkata, saya mendengar ayahku berkata : “Barangsiapa yang mengatakan ucapanku (lafadhku) dengan Al Quran adalah makhluk maka ini adalah ucapan yang sangat jelek dan rendah dan ini adalah perkataan orang-orang Jahmiyyah.” Saya katakan padanya : “Sesungguhnya Husain Al Karabisiy mengatakan hal ini.” Beliau berkata : “Dia dusta, semoga Allah membuka aibnya yang jelek itu. Sungguh ia telah menggantikan Bisyr Al Marisiy.” (As Sunnah li Abdillah 1/165-166 nomor 186-188)

  5. Kata beliau juga : “Saya bertanya kepada Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbiy tentang Husain Al Karabisiy lalu beliau berkata dengan ucapan yang jelek dan rendah tentang Husain.” (Ibid)

  6. Abdullah berkata --lagi-- : “Saya bertanya kepada Al Hasan bin Muhammad Az Za’farani tentang Husain Al Karabisiy ternyata ia mengatakan hal yang sama dengan Abu Tsaur.” (Ibid)

  7. Imam Ahmad berkata : “Bisyr Al Marisiy telah mati dan ia digantikan oleh Husain Al Karabisiy.” (Tarikh Baghdad 8/66)

  8. Dari Muhammad bin Al Hasan bin Harun Al Maushuly ia berkata, saya bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang ucapan Al Karabisiy :“Ucapanku dengan Al Quran adalah makhluk.” Maka beliau berkata kepadaku : “Hai Abu Abdillah, hati-hatilah kamu, hati-hatilah kamu terhadap Al Karabisiy, jangan ajak dia bicara dan jangan pula kamu ajak bicara orang yang bicara dengannya.” Beliau ucapkan 4 atau 5 kali. (Ibid 8/65)

  9. Sampai berita kepada Umar bin Al Khaththab radliyallahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki yang terkumpul pada dirinya beberapa perkara bid’ah maka beliau melarang manusia duduk dengannya. (Majmu’ Fatawa 35/414) Ibnu Taimiyyah berkata : “Maka apabila seseorang bergaul dengan orang yang jahat secara rahasia tetap harus diperingatkan manusia darinya.” (Ibid)

  10. Ayyub As Sikhtiyani berkata, Abu Qilabah berkata kepadaku : “Jangan beri kesempatan ahli ahwa’ itu mendengar sesuatu dari kamu nanti ia akan melontarkan terhadapnya apa yang mereka kehendaki.” (Al Lalikai 1/134 nomor 246 dan Al Ibanah 2/445 nomor 397)


Thursday, September 25, 2014

Hilal Dzul Hijjah di Negara Kita Berbeda dengan Hilal Negara Saudi, Gimana Puasa 'Arafahnya?

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






HILAL DZUL HIJJAH DI NEGARA KITA BERBEDA DENGAN HILAL NEGARA SAUDI,
GIMANA PUASA 'ARAFAHNYA?




Permasalahan ini sebenarnya terkait dengan dua permasalahan :




  • Apakah jika di suatu negara telah melihat hilal, maka berlaku pula untuk negara yang lainnya?

  • Dan juga apakah puasa 'Arafah ini terkait dengan waktu atau dengan tempat?


Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, sampai-sampai para ulama yang memilih adanya perbedaan rukyah pada masing-masing negara juga berbeda pendapat.


Soal pertama: Apakah jika di suatu negara telah melihat hilal, maka berlaku pula untuk negara yang lainnya?


Jika negara satu dengan yang lainnya saling berdekatan maka satu rukyah, namun jika saling berjauhan maka masing-masing negara memiliki rukyah sendiri-sendiri. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh madzhab Syafi'iyah, sebagian madzhab Hanafiyah dan pendapat juga dipilih oleh Imam Ahmad, Ibnul 'Arabi, Syaikhul Islam dan ulama yang lainnya.


Dalilnya adalah:




  • Pertama: Firman Allah ta'ala:


{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}


“Barangsiapa yang telah menyaksikan bulan (Ramadhan) maka berpuasalah” [Al Baqoroh : 185]


Allah ta'ala memerintahkan berpuasa ketika telah melihat hilal.


Wednesday, September 24, 2014

PERCAKAPAN 13 : PERJALANAN JAUH




PERCAKAPAN 13 : PERJALANAN JAUH



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


Perhatian : Jika audio tidak jelas, maka gunakan earphone untuk mendengarkannya.

----------------------------------------------------------------

Tuesday, September 23, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 20





Pelajaran Kedua Puluh : Alamat Ketiga dari Alamat Khafadh atau Jar


MATAN:


 قال المؤلف - رحمه الله:


"وَأَمَّا الْفَتْحَةُ فَتَكُونُ عَلاَمَة لِلْخفضِ في الاسمِ الذِي لا يَنْصَرِفُ."


Berkata penulis rahimahullah: "Adapun Fathah, maka ia menjadi alamat bagi Khafadh pada Isim yang tidak menerima Tanwin."






?PENJELASAN:

Alamat ketiga dari alamat Khafadh suatu kalimat adalah Fathah. Fathah, ia menjadi alamat bagi Khafadh hanya pada satu tempat saja, yaitu pada Isim yang tidak menerima Tanwin.


Yang dimaksud dengan Isim yang tidak menerima Tanwin adalah dia tidak bisa menerima tanda Tanwin maupun Kasrah.


Contohnya:




  • أَحْمَدُ

  • زَيْنَبُ

  • حَمْزَةُ

  • خَدِيْجَةُ

  • إِبْرَاهِيْمُ

  • إِسْمَاعِيْلُ


Monday, September 22, 2014

Hadist Pertama al-Arba'in An-Nawawiyyah : Ikhlas

MENDULANG MUTIARA DARI HADITS AL-ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH








IKHLAS

HADITS PERTAMA


HADIST:


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]


"Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. [Diriwayatkan oleh dua imam hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang]






Sunday, September 21, 2014

Hadist 36 – ‘Umdatul Ahkam





BAB TAYAMMUM

HADITS KETIGA PULUH ENAM



عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا، لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ، وَلَا مَاءَ، فَقَالَ: عَلَيْك بِالصَّعِيدِ، فَإِنَّهُ يَكْفِيَكَ».


"Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama orang-orang, beliau lalu bertanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?" Maka orang itu menjawab: "Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi kamu menggunakan tanah dan itu sudah cukup buatmu." [HR. Al Bukhari]


----------------------------------------------------------


Saturday, September 20, 2014

Pembahasan Ilmiyah Seputar Aqiqah (7)/Terakhir

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






PEMBAHASAN ILMIYAH SEPUTAR AQIQAH (Pertemuan Ketujuh/Terakhir)
TAHNIK, KHITAN, TUSUK TELINGA, DAN ADZAN DI TELINGA BAYI YANG BARU LAHIR





  1. TAHNIK ______________________________


Masalah: Makna Tahnik


Tahnik adalah mengunyah kurma sampai halus hingga bisa ditelan, kemudian dioles-oleskan ke langit-langit mulut. Apabila tidak didapatkan kurma, maka bisa diganti dengan makanan manis yang lain yang bisa digunakan untuk mentahnik, seperti madu atau ruthab.


Dalil dalam masalah ini adalah hadits Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:


ذَهَبْتُ بِعْبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْأَنْصَارِيِّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ وُلِدَ، وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَبَاءَةٍ يَهْنَأُ بَعِيرًا لَهُ، فَقَالَ: «هَلْ مَعَكَ تَمْرٌ؟» فَقُلْتُ: نَعَمْ، فَنَاوَلْتُهُ تَمَرَاتٍ، فَأَلْقَاهُنَّ فِي فِيهِ فَلَاكَهُنَّ، ثُمَّ فَغَرَ فَا الصَّبِيِّ فَمَجَّهُ فِي فِيهِ، فَجَعَلَ الصَّبِيُّ يَتَلَمَّظُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُبُّ الْأَنْصَارِ التَّمْرَ» وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ.


"Saya pergi bersama Abdullah bin Abu Thalhah al-Anshari menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika dia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, yang ketika itu beliau sedang berada di kandang unta memberi minum untanya. Maka (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam) bertanya padaku; "Apakah kamu membawa kurma?". Saya menjawab; ya. Beliau kemudian mengambil beberapa kurma lalu dimasukkan ke dalam mulut beliau dan melembutkannya. Setelah itu beliau membuka mulut bayi dan disuapkan padanya, bayi itu mulai menjilatinya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kesukaan orang Anshar adalah kurma." kemudian (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) memberinya nama Abdullah. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


Masalah: Hukum Tahnik


Para ulama bersepakat disunnahkannya melakukan tahnik pada hari kelahiran seorang anak. Demikian dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tentang tahnik ini. [Syarah an-Nawawi 14/122-123]


Friday, September 19, 2014

Sudahkah Anda Berjihad?




SUDAHKAH ANDA BERJIHAD?



Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah:


Jihad terbagi menjadi empat tingkatan:




  1. Jihad melawan hawa nafsu,

  2. Jihad melawan syaithan,

  3. Jihad melawan orang-orang kafir

  4. Jihad melawan orang-orang munafik.


-------------------------------------------




  1. JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU


Jihad melawan hawa nafsu terbagi menjadi empat tingkatan:




  • Pertama: memeranginya (hawa nafsu) dengan kita mempelajari (jalan-jalan) hidayah dan (mempelajari) agama yang benar yang mana tidak ada kesuksesan dan kebahagiaan dalam kehidupannya (di dunia) dan kesudahannya (di akherat) melainkan dengannya (agama yang benar). Kapan saja jiwa ini kehilangan ilmu tadi, maka ia akan mendapatkan kesengsaraan di dua negeri (dunia dan akherat).

  • Kedua: memeranginya dengan mengamalkan ilmu yang dia telah ketahui. Jika tidak, maka sekedar berilmu saja tanpa adanya amalan, maka (kalau) ilmu tersebut tidak memberikan madarat kepadanya, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan manfaat kepadanya.

  • Ketiga: memeranginya dengan mendakwahkannya, mengajari orang-orang yang belum mengetahui kebenaran. Apabila dia tidak meyebarkannya, maka dia termasuk dalam golongan orang-orang yang menyembunyikan apa yang Allah turunkan dari petunjuk dan penjelasan. Dan juga ilmunya tidak akan memberikan manfaat untuk dirinya dan tidak pula akan menyelamatkannya dari siksaan Allah.

  • Keempat: melawannya dengan kesabaran dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah kepada Allah dan juga dari gangguan manusia. Ia berusaha memikul itu semua karena Allah.


Apabila telah sempurna tingkatkan-tingkatan (jihad melawan hawa nafsu) ini, maka ia telah menjadi ulama Rabbani. Sesungguhnya para Salaf sepakat bahwa seorang yang berilmu tidaklah berhak menyandang gelar ulama Rabbani sampai dirinya mengetahui al-haq, kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya. Barangsiapa mengetahui (kebenaran), kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya, maka dialah yang akan diseru dengan keagungan dihadapan para malaikat-malaikat penjaga langit."


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Ketigabelas





Pelajaran Ketigabelas

:قال المؤلِّف رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
.قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلا هَذِهِ السُّورَةَ لَكَفَتْهُمْ

Berkata Penulis rahimahullah Ta'ala: "Berkata al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah: "Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah (al-Qur'an) kepada makhluknya melainkan hanya surat ini saja, maka niscaya mencukupi mereka."






?Penjelasan:


Al-Imam asy-Syafi'i beliau adalah salah satu ulama besar dan tershohor. Nama beliau adalah Muhamad bin Idris bin al-'Abbas bin 'Utsman bin Syaafi' al-Haasyimi al-Qurasyi. Kunyah beliau Abu Abdillah. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H dan meninggal pada tahun 204 H.


Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi rahimahullah setelah berhujjah dengan surat al-'Asher, beliau berhujjah juga dengan Atsar al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah.


"Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah (al-Qur'an) kepada makhluknya melainkan hanya surat ini saja, maka niscaya mencukupi mereka."


Wednesday, September 17, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 19





Pelajaran Kesembilanbelas : Alamat Kedua dari Alamat Khafadh atau Jar


MATAN:


 قال المؤلف - رحمه الله:


"وَأَمَّا الْيَاءُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلْخَفْضِ في ثَلاَثَةِ مَوَاضِعَ: في الأسْمَاءِ الْخَمْسَةِ، وَفي التَّثْنِيّةِ، وَالْجَمْعِ."


Berkata penulis rahimahullah:


"Adapun Ya, maka ia menjadi alamat bagi Khafadh pada tiga tempat:




  1. Al-Asmaaul Khamsah.

  2. Tatsniyyah.

  3. Jamak.






?PENJELASAN:

Alamat kedua dari alamat Khafadh suatu kalimat adalah Ya. Ya, ia menjadi alamat bagi Khafadh pada tiga tempat;




  1. Al-Asmaaul Khamsah.


Telah berlalu pembahasan definisi Al-Asmaaul Khamsah.

Disini disebutkan oleh penulis rahimahullah bahwa Al-Asmaaul Khamsah jika di Jar atau dalam keadaan Majrur, maka alamat Jar-nya adalah Ya.


Contoh:

سَلَّمْتُ عَلَى أَبِيْكَ.


"Aku memberi salam kepada ayahmu."


اشْتَرَيْتُ هَذَا الْقَلَمَ مِنْ أَخِيْكَ.


"Aku membeli pena ini dari saudaramu."


هَذِهِ الصَّدَقَةُ مِنْ ذِيْ مَالٍ.


"Shadaqah ini dari orang yang memiliki harta."


Perhatikanlah tiga contoh diatas!

Pada tiga Jumlah diatas, kalian mendapatkan kalimat (أَبِيْكَ), (أَخِيْكَ) dan (ذِيْ مَالٍ) semua dalam keadaan Majrur, hal ini disebabkan karena adanya huruf Khafadh atau Jar yang masuk padanya. Apabila ada huruf Khafadh atau Jar masuk pada Al-Asmaaul Khamsah, maka mengharuskan ia menjadi Majrur atau Makhfudh, sedangkan alamat Jar dari ketiga kalimat diatas adalah Ya, karena ketiganya adalah termasuk dalam Al-Asmaaul Khamsah.


Monday, September 15, 2014

Mengaku-Ngaku Jadi Ulama




MENGAKU-NGAKU JADI ULAMA



Bersama: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah


Soal:




Apakah yang dimaksud dengan At-Ta'aalum yang tercela, dan bagaimanakah cara agar tidak terjatuh didalamnya, serta bagaimana membedakan antara dia dengan orang yang berdakwah di jalan Allah dan menyebarkannya sebagai pengamalan haditsnya (Nabi) shallallahu 'alaihi wasallam "Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat"?



Jawaban:


Pembahasan At-Ta'aalum yang tercela telah ditulis oleh saudara kita Bakr bin Abdillah Abu Zaid hafizhahullah, suatu risalah yang berharga yang kami nasehatkan untuk diambil faedah darinya. Dia (at-Ta'aalum) adalah bisa bentuknya seseorang yang menganggap dirinya berilmu, padahal dia jahil, dan ini biasa dinamakan dengan jahil murakkab[1] atau bentuknya mengaku-ngaku punya ilmu namun dia tahu kalau dirinya memang bukan orang yang berilmu, akan tetapi dia bergaya dihadapan umum. Hal ini termasuk dalam katagori at-Ta'aalum.


Dari sini, ada perkara yang ingin saya ingatkan, yaitu perbedaan antara seorang yang berilmu dan seorang dai. Terkadang seorang dai baru memiliki hafalan sekitar sepuluh hadits, kemudian dia (berdakwah) berpindah dari satu masjid ke masjid yang lainnya. Ketika bertemu dengan orang-orang awam, mereka mengatakan kepadanya: "Semoga Allah memperbanyak dai semisalmu", (mendengar hal itu) dia menjadi besar kepala, padahal tidaklah yang dia miliki melainkan sekitar sepuluh hadits saja.


Terkadang ada orang yang memiliki pengetahuan bahwa bumi berputar, matahari diam dan bulan naik. Dia mendendang-dendangkan hal-hal seperti ini di majelis-majelis. Datanglah orang-orang awam menemuinya dan mengelus-elus pundaknya sambil berkata kepadanya: "Semoga Allah memperbanyak dai semisalmu." Mereka menganggapnya sebagai orang yang berilmu.


Terkadang pula ada seorang yang pergi mendatangi pemerintah dan dapat memberikan penerangan dengan sebenar-benarnya kepada pemerintah, kemudian dianggap oleh orang-orang bahwa dia adalah pahlawan, dia-lah orang yang jujur, dia-lah yang berani berbicara tentang kebenaran, dia tidak takut terhadap celaannya orang-orang yang mencela.


Maka harus dibedakan antara mereka dengan para ulama (yang sebenarnya). Ilmu itu membutuhkan kesabaran. Berkata Yahya bin Abi Katsir kepada anaknya: "Ilmu itu tidaklah akan dicapai dengan bersantai-santai. Suatu hal yang mungkin, dia datang ketempat ini (Dammaj) bisa menghafal 70.000 atau bahkan lebih, sebagian mereka ada yang datang (belajar) diwaktu malam, kemudian melakukan safar pada pagi harinya. Ilmu membutuhkan kesabaran; kesabaran dalam menghafal, kesabaran dalam mengamalkan ilmunya, kesabaran dalam mendakwahkannya dan kesabaran (mengekang diri) agar tidak lari dari ilmu. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:

Sunday, September 14, 2014

Bab : Tayammum




BAB TAYAMMUM



DEFINISI TAYAMMUM


Definisi tayammum secara bahasa bermakna “bermaksud” dan “bersengaja”, sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala:


{وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ}


"Dan janganlah kamu bersengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya." [QS. Al Baqarah: 267]


Sedangkan makna tayammum jika ditinjau menurut syariat adalah “Beribadah kepada Allah dengan bersengaja menggunakan tanah/ debu untuk mengusap wajah dan dua telapak tangan disertai niat”.


TAYAMMUM SYARIAT KHUSUS UMAT ISLAM


Syariat tayyamum merupakan kekhususan bagi umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dimana syariat ini tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabda beliau:


«أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا».


“Diberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku; (pertama) aku ditolong dengan ditanamkannya rasa takut pada musuh-musuhku terhadapku walaupun jarak (aku dan mereka) masih sebulan perjalanan, (kedua) bumi dijadikan untukku sebagai masjid (tempat mengerjakan shalat), dan sebagai sarana bersuci….” [HR. Al-Bukhari - Muslim, dari shahabat Jabir bin Abdillah]


Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwasanya tayammum merupakan rukhshah (keringanan) dan keutamaan yang Allah Ta'ala berikan secara khusus kepada umat ini yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya. (Al-Majmu’ 2/239)


Saturday, September 13, 2014

Kado Kedua : Fatwa-Fatwa Seputar Perhiasan Wanita

KADO KEDUA : FATWA-FATWA SEPUTAR PERHIASAN WANITA






AL FATWA FI ZIINAH BINTU HAWA



Karya: Ummu Salamah As Salafiyah Al 'Abbasiyah Hafizhahallahu Ta'ala


KECINTAAN WANITA TERHADAP PERHIASAN


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


{أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ}


"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran" [QS: Az Zukhruf: 18].


Berkata Ibnu Abdil Barr: "Dahulu dikatakan bahwa akal seorang perempuan ada pada kecantikannya dan kecakapan seorang laki-laki ada pada akalnya" [Bahjatul Majalis (3/7)].


Dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam (Ath Thabaqat 2/364) dengan sanad yang shahih bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha berkata kepada Abu Hurairah: Sesungguhnya engkau telah (banyak) meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hadits yang mana aku tidak pernah mendengarnya darinya, maka Abu Hurairah berkata:  "Wahai ibu, cermin dan celak telah menyibukkanmu sedangkan aku, tidak ada sesuatupun yang menyibukkanku darinya"


Dan dalam Shahih Al-Bukhari [No. 2628] dari Aiman Al-Makki dia berkata: "Aku menemui 'Aisyah radhiyallahu 'anha dan dia mengenakan daster kain yang tebal seharga lima dirham, ia berkata: "Angkatlah pandanganmu kearah budakku, lihatlah padanya bahwa ia menyombongkan diri dengan memakainya di rumah, dan sungguh dahulu aku memiliki daster pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka tidak ada seorang wanita pun di Madinah yang akan dirias untuk acara pernikahan kecuali dia mengutus padaku untuk meminjamnya"


Nasehat Untuk Orang Yang Tidak Suka Ilmu Al-Jarh Wat-Ta'dil







NASEHAT UNTUK ORANG YANG TIDAK SUKA ILMU Al-JARH WAT-TA'DIL

Berkata Al Imam Al Wadi'i rahimahullah Ta'ala:


"Seorang yang meninggalkan ilmu al-Jarh (cercaan) wat-Ta'dil (pujian), maka berarti dia membenci sunnah.


Apabila disana tidak ada ilmu al-Jarh wat-Ta'dil, maka sungguh perkataan da'i (sunni) yang berilmu dan memiliki keutamaan yang menyeru dijalan Allah akan disamakan dengan perkataannya 'Ali At Thanthawi, Mahmud Ash Shawwaf, Muhamad Al Ghazali, atau Syiah Rafidhah, atau disamakan dengan perkataan si Shufi Hasan As Saqaf.


Maka Aku katakan: Tidaklah yang meninggalkan ilmu ini melainkan orang yang jahil, atau ada pada hatinya penyakit atau dia sendiri tahu kalau dirinya orang yang majruh (tercerca), sehingga berusaha membuat (orang) lari dari ilmu al-Jarh wat- Ta'dil, karena dia tahu kalau dirinya (termasuk) orang yang tercerca.


Sumber : Kitab "Nashaih wa Fadhaaih" halaman 114.