Monday, June 30, 2014

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 12

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Keduabelas)






SALAH DALAM PERKIRAAN DAN HUKUM INFUS DAN OBAT SEMPROT ASMA



36. Seorang masih terus makan sahur karena menyangka matahari belum terbit, padahal matahari telah terbit atau seseorang segera berbuka puasa karena menyangka matahari telah terbenam, padahal belum terbenam, bagaimana hukum puasanya?


Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, namun pendapat yang kuat adalah puasanya tetap sah, tidak ada kewajiban baginya untuk mengqadha karena kesalahan tersebut terjadi bukan atas kesengajaan. Ini adalah pendapat 'Athaa, 'Urwah, Mujahid, Al Hasan, Ahmad dalam salah satu riwayatnya, Ishaq, Zhahiriyah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Khuzaimah dan Syaikhul Islam.


Dalil mereka keumuman firman Allah ta'ala:


{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا}


"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah." [QS. Al Baqarah: 286]


{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Ahzab:5]

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 11

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Kesebelas)






MAKAN DAN MINUM KARENA SENGAJA 



33. Apa hukumnya untuk orang yang berbuka puasa dengan sengaja, tanpa adanya udzur (alasan) syar'i?


Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih tidak wajib baginya mengqadha, tetapi wajib baginya bertaubat dan beristighfar. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazem, Syaikhul Islam, Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil rahimahumullah. Karena tidak ada dalil yang mewajibkan baginya mengqadha.


4Peringatan:


Ibnu Hazem mengecualikan orang yang muntah dengan sengaja, adapun Syaikh Al Albani mengecualikan orang yang muntah dengan sengaja dan orang jimak siang hari pada bulan Ramadhan dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha.


Telah lewat bahwa pendapat yang kuat bahwa muntah, baik sengaja maupun tidak sengaja tidak membatalkan puasa. Adapun masalah jimak akan datang insya Allah permasalahan seputar ini pada pembahasannya secara khusus.


Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 10

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Kesepuluh)






MAKAN DAN MINUM KARENA LUPA ATAU TIDAK SENGAJA



31. Hukum makan, minum dan jimak di siang hari pada bulan Ramadhan?


Jawab: Makan, minum dan jimak merupakan pembatal puasa. Perkara ini telah disepakati oleh seluruh para ulama. Yang dimaksud dengan makan dan minum disini jika sampai masuk ke tenggorokan.


{فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ}


"Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." [QS. Al Baqarah: 187]


Adapun sekedar mencicipi makanan atau minuman maka hal ini tidak membatalkan puasa. Namun setelah mencicipinya hendaknya dikeluarkan dan berkumur-kumur, agar tidak ada bekas makanan atau minuman yang menempel di lidah.


Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 9

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Kesembilan)






HUKUM MUNTAH, MEMAKAI CELAK, OBAT TETES MATA DAN HIDUNG SAAT BERPUASA



27. Apakah muntah membatalkan puasa?


Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Adapun pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini bahwa muntah tidak membatalkan puasa, baik muntahnya disengaja maupun tidak sengaja. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Thaawus, Ikrimah, Rabi'ah dan salah satu riwayat dari Imam Malik. Pendapat ini dipilih oleh Al Imam Al Bukhari.


Dalil mereka, karena tidak ada dalil yang shahih yang menunjukan bahwa muntah dapat membatalkan puasa. Adapun hadits Abu Hurairah :


«مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ»


"Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja maka ia tidak harus mengqadha` dan barangsiapa (muntah dengan) sengaja maka hendaknya ia mengqadha`." [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan]


Hadits ini dilemahkan oleh Ahmad, Al Bukhari, At Tirmidzi dan yang lainnya. Berkata Syaikhul Islam dalam Majmu' Fatawa: "Hadits ini tidaklah shahih disisi sebagian para ulama, bahkan mereka mengatakan bahwa hadits ini dari perkataan Abu Hurairah."

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 8

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Kedelapan)






HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA



HIJAMAH

22. Apakah hijamah (bekam) membatalkan puasa?


Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih bahwa hijamah/bekam membatalkan puasa, yaitu wajib bagi tukang bekam dan yang dibekam mengqadha puasanya. Ini adalah pendapat Jama'ah dari para shahabat, At Tabi'in, Al Auza'i, Ahmad, Ishaq, Abdurahman bin Mahdi, Ibnul Mundzir, Ibnul Khuzaimah, Abu Tsaur dan Ibnu Hibban. Pendapat ini dipilih pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.


Dalil mereka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:


«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»


"Orang yang membekam dan yang dibekam telah batal puasanya." [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil]


Hadits ini diriwayatkan secara Marfu' dari 14 shahabat, seperti Rafi' bin Khadiij, Tsauban, Syadad bin Aus, Abu Hurairah, 'Aisyah, Bilal, Usamah bin Zaid, Ma'qil bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Sa'ad bin Abi Waqash, Abu Zaid Al Anshari, Abu Musa Al Asy'ari, Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar.


Sungguh hadits ini telah dishahihkan oleh sejumlah ulama, seperti Imam Ahmad, Ishaq, Ibnul Madini, Ibrahim Al Harbi, Utsman Ad Darimi, Al Bukhari, Ibnul Mundzir dan yang lainnya.

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 7

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Ketujuh)






TERLAMBAT MENDAPATKAN BERITA MASUKNYA BULAN RAMADHAN



19. Jika seorang yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali pada siang hari, baik sebelum zhuhur maupun setelah dzhuhur, dalam kondisi dia sudah makan dan minum, apa yang harus dia lakukan?


Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah wajib saat itu pula dia menahan makan dan minum dan berniat puasa saat itu pula. Adapun puasanya tetap sah, tidak ada kewajiban atasnya untuk mengqadha hari tersebut. Ini adalah pendapat Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazem, Syaikhul Islam dan Ibnul Qayyim.


Dalil mereka:


{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Ahzab:5]

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 6

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Keenam)






MELATIH ANAK-ANAK UNTUK PUASA RAMADHAN



14. Apakah anak-anak yang belum baligh wajib berpuasa?


Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat Jumhur ulama, yaitu anak-anak selama belum baligh maka tidak diwajibkan atas mereka berpuasa.


Dalilnya hadits 'Aisyah dan Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


«رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ»


"Diangkat pena (pencatat amal dan dosa) dari tiga hal; orang yang tidur hingga terbangun, orang yang masih kecil hingga ia (mengalami ) ihtilam (mimpi basah) dan dari orang yang gila hingga berakal." [HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikhuna Abdurahman]


Namun meskipun demikian, jika anak kita sudah memiliki kemampuan untuk berpuasa – walaupun belum baligh – disyariatkan atas para orang tua atau wali untuk melatih anak-anaknya untuk berpuasa sebagai bentuk latihan menjalankan ketaatan kepada Allah Ta'ala.

Sunday, June 29, 2014

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 5

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Kelima)






PERMASALAHAN SEPUTAR NIAT PUASA



10. Apakah wajib berniat puasa wajib,  seperti Ramadhan atau nadzar mulai sejak malam harinya sampai batas sebelum fajar terbit (sebelum adzan shubuh) atau boleh bagi kita berniat pada pagi harinya?


Jawab: Masalah niat adalah perkara yang wajib didalam puasa dan barangsiapa yang berpuasa baik itu puasa Ramadhan, nadzar atau puasa yang lainnya, namun puasanya tidak dibangun dengan niat berpuasa maka puasanya tidak sah.


Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :


{وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ}


Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Alloh Ta'ala dengan ikhlas dalam menjalankan agama untukNya. [QS. Al Bayyinah: 5]


Dan hadits Umar --radhiyallahu 'anhu--: Aku mendengar Rasulullah --shallallahu 'alaihi wasallam-- bersabda:


«إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ»


Sesungguhnya amalan (teranggap) dengan niat. [Muttafaqun 'alahi]


Adapun kapan mulai berniat puasa, maka pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama, yaitu wajib seseorang yang akan berpuasa Ramadhan berniat puasa sejak malam harinya sampai sebelum fajar terbit (sebelum adzan shubuh berkumandang).


Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:


{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ}


Ini adalah pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, Ibnu Qudamah, Syaikhul Islam, Ash Shan'ani dan Asy Syaukani.


Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 4

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni hafidzhullahu (Bagian Keempat)






APAKAH JIKA HILAL RAMADHAN TERLIHAT DI SUATU NEGARA WAJIB BAGI NEGARA YANG LAINNYA IKUT BERPUASA



8. Apabila disuatu negara telah melihat hilal, apakah wajib bagi negara yang lainnya ikut berpuasa?


Jawab: Jika negara satu dengan yang lainnya saling berdekatan maka satu rukyah, namun jika saling berjauhan maka masing-masing negara memiliki rukyah sendiri-sendiri. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh madzhab Syafi'iyah, sebagian madzhab Hanafiyah dan pendapat juga dipilih oleh Imam Ahmad, Ibnul 'Arabi, Syaikhul Islam dan ulama yang lainnya.


Dalilnya adalah:


Pertama: Firman Allah ta'ala:


{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}


"Barangsiapa yang telah menyaksikan bulan (Ramadhan) maka berpuasalah" [Al Baqoroh:185]


Allah ta'ala memerintahkan berpuasa ketika telah melihat hilal.

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 3

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni (Bagian Ketiga)






CARA PENENTUAN KAPAN DIMULAINYA RAMADHAN



5. Jika bulan Syakban telah berlalu 29 hari dan pada sore hari (menjelang matahari terbenam) kaum muslimin saling berusaha untuk melihat hilal, ternyata tidak melihatnya, padahal langit terang dan bersih, tidak mendung dan berawan, tidak ada sesuatu apapun yang akan menghalangi mereka untuk melihat hilal, tetapi ternyata mereka tidak melihat hilal, apa yang harus mereka lakukan?


Jawab: Maka wajib bagi kaum muslimin untuk menyempurnakan bulan syakban menjadi 30 hari. Ini pendapat yang disepakati oleh seluruh ulama (tidak ada perselihan dalam masalah ini).


6. Bagaimana jika ternyata langit mendung, berawan atau ada sesuatu yang menghalangi kaum muslimin untuk melihat hilal, apa yang harus mereka lakukan?


Jawab: Dalam masalah ini para ulama berselisih pendapat, namun pendapat yang paling kuat dari sekian pendapat adalah wajib bagi kaum muslimin untuk menyempurnakan bulan Syakban menjadi 30 hari, mereka mulai berpuasa setelah menyempurnakan bulan Syakban menjadi 30 hari. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama, diantaranya Imam Ahmad, Ibnu 'Aqil, Al Hulwani, Abul Khaththab, Ibnu Razin, Ibnu Mandah, Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Abdil Hadi dan Ibnu Muflih.


Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 2

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni –hafizhahullah- (Bagian Kedua)






PERMASALAHAN SEPUTAR HILAL RAMADHAN



3. Bagaimana hukum orang yang melihat hilal Ramadhan sendirian dan kemudian bersaksi kepada pemerintah bahwa dia telah melihat hilal ramadhan, namun ternyata persaksiannya tidak diterima, apakah wajib bagi dia berpuasa?


Jawab: Didalam masalah ini ada dua pendapat. Namun pendapat yang kuat adalah wajib bagi dia berpuasa meskipun kaum muslimin yang lainnya belum berpuasa. Ini adalah pendapat yang dipilih jumhur ulama. Dalilnya adalah:


Dalil pertama: Firman Allah Ta'ala;


فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ


"Barangsiapa telah menyaksikan hilal (Ramadhan) maka berpuasalah" [QS. Al Baqoroh: 185]


Dari ayat ini menunjukan bahwa barangsiapa yang telah melihat hilal maka wajib bagi dia berpuasa.


Dalil kedua: Keumuman hadits Abu Hurairah;


«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ»


"Berpuasalah jika kalian melihat hilal (Ramdhan) dan berbukalah  jika kalian melihat hilal (Syawal)." [HR. Al Bukhari – Muslim]


Dalil ketiga: Dia telah yakin dengan hilal yang dia lihat bahwa Ramadhan telah masuk. Maka wajib bagi dia berpuasa.

Fatawa Ringkas Seputar Puasa : bagian 1

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni (Bagian Pertama)






PERSAKSIAN DALAM MENENTUKAN HILAL RAMADHAN DAN SYAWAL



1. Apakah  diterima persaksian satu orang dalam menentukan rukyah hilal bulan Ramadhan?


Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Adapun pendapat yang paling kuat adalah pendapat Jumhur ulama, yaitu diterimanya persaksian satu orang yang telah melihat hilal Ramadhan. Dalilnya adalah hadits Ibnu 'Umar:


 عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : «تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ».


 "Kaum muslimin saling berusaha melihat hilal. Maka aku kabarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasannya aku melihat hilal. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wasallam berpuasa serta memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa." (HR. Abu Dawud dan Ad Daruquthny-sanadnya hasan, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Muqbil)


Tidaklah dipersyaratkan dalam persaksian melihat hilal Ramadhan harus laki-laki merdeka. Diterima pula persaksian dari satu orang perempuan dan juga seorang budak.


 Yang dipersyaratkan adalah dia orang yang adil (jujur dan takwa) dan mukallaf. Mukallaf adalah muslim yang berakal dan sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga apabila datang anak kecil bersaksi: "aku telah melihat hilal" maka persaksian anak kecil tersebut tidaklah diterima karena belum mukallaf. Persaksian orang gila juga tidaklah diterima karena dia tidak berakal. Kemudian orang asing yang tidak diketahui kejujurannya, apakah dia orang fasik, karena persaksian orang fasik tidaklah diterima, karena syaratnya adalah harus orang yang adil (jujur dan takwa).

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 17

Pelajaran Ketujuhbelas : 'Alamat Nashab suatu Kalimat

قال المؤلف - رحمه الله: "وَأمَّا حَذْفُ النُّونِ فَيَكُون عَلاَمةً لِلنَّصْبِ في الأفْعَالِ الْخَمْسَةِ التي رَفْعُهَا بثَبَاتِ النُّونِ."

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Hadzfun Nun (membuang huruf Nun) menjadi alamat bagi Nashab pada Al Af'al Al Khamsah yang Rafa'nya dengan tetapnya huruf Nun."

?Penjelasan:

Ini adalah alamat kelima atau terakhir dari alamat-alamat Nashab. Hadzfun Nun (membuang huruf Nun) menjadi alamat bahwa kalimat itu Manshub (dinashab) hanya pada satu tempat, yaitu pada Al Af'al Al Khamsah.

4Apa itu Al Af'al Al Khamsah?

Dia adalah Fi'il Mudhari' yang bersambung padanya Dhamir Tatsniyah atau Dhamir Jamak atau Dhamir Ya Mukhathabah.

Dan telah lewat pada bab "Alamat Rafa' suatu kalimat" bahwa tanda Rafa' Al Af'al Al Khamsah adalah dengan huruf Nun pada akhir kalimat dan juga telah lewat pula penjelasannya, silahkan dilihat kembali! Adapun alamat Nashabnya adalah dengan membuang huruf Nun tersebut.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 16

Pelajaran Keenambelas 'Alamat Nashab suatu Kalimat

قال المؤلف - رحمه الله: "وَأمَّا الْيَاءُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلنَصْبِ في التَّثْنِيَةِ وَالْجَمْعِ."

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Ya menjadi alamat bagi Nashab pada Tatsniyah dan Jamak."

?Penjelasan:

Ini adalah alamat keempat dari alamat-alamat Nashab.

Yang menjadi alamat bahwa kalimat itu Manshub (dinashab) pada dua tempat, yaitu pada Isim Tatsniyah dan Isim Jamak.

Isim Tatsniyah

Yang dimaksud Isim Tatsniyah diatas adalah Isim Mutsanna. Adapun definisi Isim Mutsanna telah lewat pada pelajaran alamat Rafa'.

?Apa itu Isim Mutsanna (Dual)?

Dia adalah kata benda yang berjumlah dua, baik Mudzakkar (laki-laki) maupun Muannats (perempuan), dengan adanya penambahan huruf Alif dan Nun atau Ya dan Nun pada bentuk Mufradnya. Telah lewat pada bab alamat Rafa', bahwa Isim Mutsanna dirafa' dengan Alif. Adapun jika dia dinashab maka alamat Nashabnya dengan Ya.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 15

Pelajaran Kelimabelas : 'Alamat Nashab suatu Kalimat

قال المؤلف - رحمه الله: وَأَمَّا الْكّسْرَةُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلنَصْبِ في جَمْعِ المُؤَنَثِ السَّالِمِ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Kasrah menjadi alamat bagi Nashab pada Jamak Muannats Saalim.."

?Penjelasan:

Ini adalah alamat ketiga dari alamat-alamat Nashab.

Kasrah menjadi alamat bahwa kalimat itu Manshub (dinashab) hanya pada satu tempat saja, yaitu pada Jamak Muannats Saalim. Adapun definisi Jamak Muannats Saalim telah kami jelaskan di bab alamat Rafa'.

4Apakah definisinya?

Isim mufrad yang dijadikan jamak (lebih dari dua) dengan ditambah huruf Alif dan Ta pada akhir kalimatnya.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 14

Pelajaran Keempatbelas

قال المؤلف - رحمه الله: "وَأَمَّا الألِفُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلنَّصْبِ في الأسْمَاءِ الْخَمْسَةِ، نَحُوَ " رَأَيْتُ أَبَاكَ "وَأَخَاكَ " وَمَا أَشْبَهَ ذلِكَ.

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Alif menjadi alamat bagi Nashab (hanya) pada Al Asma'ul Khamsah (Isim-isim yang lima), contohnya:

رَأَيْتُ أَبَاكَ وَأَخَاكَ

(Aku melihat bapakmu dan saudaramu), dan yang semisal contoh ini."

?Penjelasan:

Ini adalah alamat kedua dari alamat-alamat Nashab.

Alif menjadi tanda bahwa kalimat itu Manshub (di Nashab) hanya pada satu tempat saja, yaitu pada Al Asma'ul Khamsah (Isim-isim yang lima).

أَبُوْكَ – أَخُوْكَ – حَمُوْكَ – فُوْكَ – ذُوْ مَالٍ

Al Asma'ul Khamsah adalah Isim-isim yang lima, telah lewat contohnya dalam keadaan Marfu' (di Rafa') pada bab alamat Rafa'.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 13

Pelajaran Keduabelas : 'Alamat Nashab suatu Kalimat

قال المؤلف - رحمه الله: ولِلنَّصبِ خَمْسُ عَلاَمَاتٍ الْفَتْحَةُ، وَالأَلِفُ، وَالكَسْرَةُ، وَاليَاءُ، وَحَذْفُ النُّونِ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Nashab, ia memiliki lima alamat: Fathah, Huruf Alif, Kasrah, Huruf Ya dan Hadzfun Nun (membuang Huruf Nun)"

?Penjelasan:

Ini adalah jenis kedua dari macam-macam I'rab.Nashab, ia memiliki lima alamat. Dikedapankan Fathah disini karena dia adalah alamat asli dari alamat Nashab, sedangkan yang lainnya adalah cabangnya. Kalian bisa menentukan bahwa suatu kalimat itu manshub (dinashab) apabila kalian mendapatkan salah satu dari lima alamat ini pada akhir kalimat tersebut.

 

قال المؤلف - رحمه الله: "فَأَمَّا الفَتْحَةُ فَتَكُونُ عَلاَمَة لِلنَّصْبِ في ثَلاُثَةِ مَوَاضِعَ: فِي الاِسْمِ الْمُفْرَدِ، وَجَمْعِ التَّكْسِيرِ وَالْفِعْلِ الْمُضَارِعِ إِذَا دَخَلَ عِلَيْهِ نَاصِبٌ، وَلَمْ يَتَّصِلُ بِآخِرِهِ شَيْءٌ "

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Fathah menjadi alamat bagi Nashab ada pada tiga tempat; pada Isim Mufrad, Jamak Taksir dan Fi'il Mudhari' yang masuk padanya 'Aamil yang menashabkan dan (Fi'il Mudhari' tersebut) tidak bersambung di akhirnya sesuatupun."

?Penjelasan:

Alamat pertama dari alamat-alamat Nashab adalah Fathah.Fathah menjadi tanda bahwa kalimat itu Manshub (dinashab) ada pada tiga tempat :

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 12 / Kunci Jawaban

KUNCI JAWABAN
 LATIHAN SOAL PELAJARAN KEDUABELAS

A _________________

  1. Alamat-alamat I'rab yang dimiliki Rafa' adalah Dhammah, Wawu, Alif dan Nun.
  2. Kalimat yang dirafa' dengan Dhammah adalah Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Salim dan Fi'il Mudhari' yang tidak bersambung huruf akhirnya dengan sesuatu apapun.
  3. Kalimat yang dirafa' dengan Nun adalahb Fi'il Mudhari' yang bersambung dengan Dhammir Tatsniyah, Dhamir Jamak dan Dhammir Muannats Mukhatabah.
  4. Jamak Taksir adalah Isim yang menunjukan atas tiga atau lebih, baik dia Mudzakar maupun Muannats, yang mana dia telah mengalami perubahan bentuk pada susunan aslinya, baik perubahannya pada susunan hurufnya maupun harakatnya.
  5. Jamak Muannats Salim adalah Isim Mufrad yang dijadikam Jamak (lebih dari dua) dengan ditambah huruf Alif dan Ta pada akhir kalimat.

B _________________

  1. Perubahan Isim Mufrad menjadi Jamak Muannats Salim:
  • مُشْرِكَةٌ + ات = مُشْرِكَاتٌ
  • مُتَصَدِّقَةٌ + ات = مُتَصَدِّقَاتٌ
  1. Perubahan Isim Mufrad menjadi Mutsanna:
  • قَلَمٌ + انِ = قَلَمَانِ / قَلَمٌ + يْنِ = قَلَمَيْنِ
  • دَفْتَرٌ + انِ = دَفْتَرَانِ / دَفْتَرٌ + يْنِ = دَفْتَرَيْنِ
  1. Perubahan Isim Mufrad menjadi Jamak Mudzakkar Salim:
  • مُنَافِقٌ + وْنَ = مُنَافِقُوْنَ / مُنَافِقٌ + يْنَ = مُنَافِقِيْنَ
  • مُهَاجِرٌ + وْنَ = مُهَاجِرُوْنَ / مُهَاجِرِيْنَ + يْنَ = مُهَاجِرِيْنَ

C _________________

  1. Menentukan tanda Rafa' dan alasannya:
  • يَخْرُجُ

Tanda Rafa'nya dengan Dhammah, karena dia Fi'il Mudhari' yang tidak bersambung huruf akhirnya dengan sesuatu apapun.

  • الْمُتَصَدِّقُوْنَ

Tanda Rafa'nya dengan Wawu, karena dia Jamak Mudzakkar Salim.

  • الْمُسَافِرَانِ

Tanda Rafa'nya dengan Alif, karena dia Isim Mutsanna.

  • زَيْدٌ

Tanda Rafa'nya dengan Dhammah, karena dia Isim Mufrad.

  • الْكِلَابُ

Tanda Rafa'nya dengan Dhammah, karena dia Jamak Taksir [dari Isim Mufrad (الْكَلْبُ) artinya anjing].

  • عِمْرَانُ

Tanda Rafa'nya dengan Dhammah, karena dia Isim Mufrad.

  • يَضْرِبُوْنَ

Tanda Rafa'nya dengan Nun, karena dia Fi'il Mudhari' yang bersambung dengan Dhammir Tatsniyah, Dhamir Jamak dan Dhammir Muannats Mukhatabah.

  • أَخُوْكَ

Tanda Rafa'nya dengan Wawu, karena dia termasuk Al Asmaul Khamsah.

PERHATIAN:

Insya Allah kita akan lanjutkan pelajaran kita pada pertemuan yang akan datang, dengan pembahasan bab Alamat Nashab. Kami ingatkan untuk senantiasa Muraja'ah dari apa yang telah lewat. Sesungguhnya Ilmu Nahwu seperti Ilmu matematika dan Fisika; butuh konsentrasi, pemahaman dan hafalan. Jika ada hal-hal yang belum bisa dipahami, hendaknya jangan malu untuk bertanya kepada saudaranya atau langsung kepada gurunya. Wallahu a'lam bish shawab.

?ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy, 20  Jumadats Tsaniyah 1435/ 20 April 2014_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah]

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 12 - Muroja'ah

Pelajaran Keduabelas : Muroja'ah
 

LATIHAN SOAL

Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan baik tanpa melihat catatan pelajaran yang telah lewat, untuk menguji sejauh mana pemahaman kalian dari pelajaran-pelajaran yang telah lewat!

A _________________

  1. Sebutkan alamat-alamat I'rab yang dimilki Rafa!
  2. Sebutkan kalimat yang dirafa' dengan Dhammah!
  3. Sebutkan kalimat yang dirafa' dengan Nun!
  4. Sebutkan definisi Jamak Taksir!
  5. Sebutkan definisi Jamak Muannats Salim!

B _________________

  1. Buatlah Isim Mufrad berikut ini menjadi Jamak Muannats Salim!
  • -مُشْرِكَةٌ
  • -مُتَصَدِّقَةٌ
  1. Buatlah Isim Mufrad berikut ini menjadi Mutsanna!
  • -قَلَمٌ
  • -دَفْتَرٌ
  1. Buatlah Isim Mufrad berikut ini menjadi Jamak Mudzakkar Salim!
  • - مُنَافِقٌ
  • -مُهَاجِرٌ

C _________________

  1. Sebutkan tanda Rafa' dan alasannya pada kalimat-kalimat berikut ini!

Contoh:

  • -مُحَمَّدٌ

Tanda Rafa'nya dengan Dhammah, karena dia Isim Mufrad.

  • -الْمُسْلِمَانِ

Tanda Rafa'nya dengan Alif, karena dia Mutsanna.

  • -يَخْرُجُ
  • -الْمُتَصَدِّقُوْنَ
  • -الْمُسَافِرَانِ
  • -زَيْدٌ
  • -الْكِلَابُ
  • -عِمْرَانُ
  • -يَضْرِبُوْنَ
  • -أَخُوْكَ

Kunci jawaban dari soal-soal diatas akan kami berikan pada pelajaran yang akan datang. Silahkan cocokan jawaban kalian dengan kunci jawaban tersebut! Apakah kesalahan dalam menjawab lebih banyak ataukah sebaliknya?!

PERHATIAN:

Soal-soal diatas adalah inti sari dari pelajaran-pelajaran yang telah lalu. Hal-hal yang dituntut dari pelajaran yang telah lewat adalah:

  1. Dapat membedakan antara Isim Mu'rab dan Isim Mabni, karena ini adalah asas ilmu Nahwu.
  2. Mengenal Alamat Rafa'.
  3. Mengenal tempat-tempat dari masing-masing alamat Rafa' tersebut, seperti Dhammah tempatnya dimana saja?!
  4. Mengetahui definisi Isim (kata benda) dan memahaminya; baik Mufrad (tunggal), Mutsanna (ganda) maupun Jamak (lebih dari 2).

NASEHAT:

  • Hendaknya kita sering muraja'ah (membaca ulang) dari apa yang telah kita pelajari, terkhushus bagian-bagian yang belum kita pahami.
  • Hendaknya kita jangan malu untuk bertanya kepada guru kita ataupun kepada teman yang memiliki kemampuan lebih dari kita, ketika mendapatkan kesulitan atau masalah yang belum bisa dipahami. Bisa juga untuk mempermudah dan saling memberikan semangat, membentuk kelompok belajar dengan anggota forum yang lainnya dalam grup tersendiri, untuk saling bertanya dan berbagi faedah seputar pelajaran.
  • Bersemangatlah untuk meraih keberhasilan dari apa saja yang bermanfaat bagimu, dan jangan sekali-kali merasa lemah. Dituntut bagi kita untuk senantiasa bersabar dan terus meminta tolong kepada Allah Ta'ala untuk bisa menggapai apa yang kita cita-citakan dari perkara-perkara kebaikan, di dunia maupun di Akherat!

Allah Ta'ala berfirman:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

"dan katakanlah: "Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." [QS. Thahaa: 114]

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. [QS. Al Baqarah: 45]

Dari Abu Hurairah_radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

"Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah." [HR. Muslim]

Wallahu a'lam bish shawab.

?ditulis oleh  Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy, 4 Rabi'ul Awal 1435/ 5 Jan 2013_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah]

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 11

Pelajaran Kesebelas

قال المؤلف - رحمه الله: "وأمَّا النُونُ فَتكُونُ عَلاَمَة للرَّفع في الفِعْلِ المُضَارع، إذا اتصَلَ بِهِ ضمِير تَثْنِيةٍ، أوْ ضَمِيرُ جَمْعٍ، أوْ ضَمِيرُ المُؤنَّثَةِ الْمُخَاطَبَةِ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Nun menjadi alamat Rafa' pada Fi'il Mudhari', apabila dia (Fi'il Mudhari' tersebut) bersambung padanya Dhamir Tatsniyah atau Dhamir Jamak atau Dhamir Ya Mukhathabah"

?Penjelasan:

Ini adalah alamat keempat dari alamat-alamat Rafa, yaitu Nun.Kalimat apa yang tanda Rafa'nya dengan Nun?

Dikatakan oleh penulis bahwa "Nun" menjadi tanda atau alamat Rafa' hanya pada satu tempat saja, yaitu Fi'il Mudhari', namun dengan syarat apabila Fi'il Mudhari' tersebut bersambung padanya Dhamir Tatsniyah atau Dhamir Jamak atau Dhamir Ya Mukhathabah.

CATATAN:

Fi'il Mudhari' tersebut diistilahkan oleh Ahli Ilmu Nahwu dengan nama "Al Af'al Al Khamsah". Jika kalian mendapatkan istilah ini, maka ketahuilah bahwa dia adalah Fi'il Mudhari' yang bersambung padanya Dhamir Tatsniyah atau Dhamir Jamak atau Dhamir Ya Mukhathabah.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 10

Pelajaran Kesepuluh
"قال المؤلف - رحمه الله: "وأمَّا الألفُ فَتكُونُ عَلاَمَةً لِلرَّفْعِ فِي تَثْنِيَةِ الأسْمَاءِ خَاصَّةً.Berkata penulis_rahimahullah:"Adapun Alif menjadi alamat Rafa' khusus pada satu tempat saja, yaitu Isim Tatsniyah."

?Penjelasan:

Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas alamat ketiga dari alamat Rafa, yaitu Alif.Kalimat apa saja yang tanda Rafa'nya dengan Alif? Disebutkan oleh penulis bahwa Alif menjadi tanda atau alamat Rafa' hanya pada satu tempat saja, yaitu Isim Tatsniyah.

Apa itu Isim Tatsniyah (Dual)

Definisinya adalah Kata benda yang berjumlah dua, baik Mudzakkar (laki-laki) maupun Muannats (perempuan), dengan adanya penambahan huruf Alif dan Nun atau Ya dan Nun pada bentuk Mufradnya.

Saturday, June 28, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 9

Pelajaran Kesembilan

قال المؤلف - رحمه الله: وأمَّا الْوَاوُ فَتَكونُ عَلاَمَةً لِلرَّفْعِ في مَوْضعَيْن: في جَمْع المذكَّر السَّالم وفي الْأَسْمَاءِ الْخَمْسَةِ، وَهِيَ: أَبُوكَ، وأَخوكَ، وحَمُوكَ، وفُوكَ، وذو مَالٍ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

"Adapun Wawu menjadi alamat rafa' pada dua tempat: Jamak Mudzakkar Salim dan Al Asma' Al Khamsah, yaitu: (أَبُوكَ), (أَخوكَ), (حَمُوكَ), (فُوكَ) dan (ذُومَال)."

?Penjelasan:

Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas alamat kedua dari alamat Rafa, yaitu Kalimat apa saja yang tanda Rafa'nya dengan Wawu?

Dikatakan oleh penulis bahwa Wawu menjadi tanda atau alamat Rafa' pada dua tempat:

  1. Jamak Mudzakkar Salim;

Definisinya adalah setiap Isim yang menunjukan atas tiga buah/orang atau lebih dari itu, dengan adanya penambahan huruf Wawu dan Nun atau Ya dan Nun pada bentuk Mufradnya.

Contohnya:

-       مُهَنْدِسٌ – مُهَنْدِسُوْنَ / مُهَنْدِسِيْنَ

Kalimat (مُهَنْدِسٌ) artinya seorang insinyur, dia adalah Isim Mufrad. Sedangkan kalimat (مُهَنْدِسُوْنَ / مُهَنْدِسِيْنَ) artinya para insinyur, dia adalah Jamak Mudzakkar Salim.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 8

Pelajaran Kedelapan
قال المؤلف - رحمه الله: بابُ: مَعْرِفَةِ عَلاَمَاتِ الإِعْرَابِ
للرفْعِ في أَرْبَعُ عَلاَمَاتٍ: الضَّمَّةُ، والوَاوُ، وَالألِفُ، وَالنُّونُ.

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:

BAB MENGENAL ALAMAT-ALAMAT I'RAB

"Rafa', ia memiliki empat alamat: Dhammah, Wawu, Alif dan Nun"

?Penjelasan:

Sekarang Penulis mulai menguraikan macam-macam I'rab dengan menjelaskan masing-masing alamat-alamatnya.

Pertama: Rafa'.

Rafa, memiliki empat alamat;

  1. Dhammah, dia adalah alamat asli rafa'. Oleh karena itu, secara umum isim dan fi'il yang marfu' (dirafa'), maka alamat rafa'nya dengan dhammah.
  2. Wawu, dia menempati posisi kedua sebagai alamat rafa', karena dia lebih dekat dengan dhammah ketika disukun.
  3. Alif, dia menempati posisi ketiga setelah wawu, karena dia bersaudara dengan wawu dalam mad (panjang) dan sifatnya.
  4. Nun, dia menempati posisi terakhir.

Kalian dapat mengetahui bahwa kalimat itu marfu' dengan adanya salah satu alamat diatas pada akhir harakat kalimat tersebut.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 7

Pelajaran Ketujuh

قال المؤلف - رحمه الله: وأقسامه أربعة: رَفْعٌ، وَنَصْبٌ، وَخَفْضٌ، وَجَزْمٌ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:"Macamnya (I'rab) ada empat: Rafa', Nashab, Khafadh, dan Jazem."

?Penjelasan:

Setelah penulis menyebutkan definisi I'rab, maka penulis mulai menjelaskan jenis-jenis I'rab. I'rab, macamnya ada empat: Rafa, Nashab, Khafadh, dan Jazem.

  1. Rafa, alamat aslinya adalah dhammah.
  2. Nashab, alamat aslinya adalah fathah.
  3. Khafadh, alamat aslinya adalah kasrah.
  4. Jazem, alamat aslinya adalah sukun.

Masing-masing jenis memiliki tempat sendiri-sendiri, sebagaimana yang akan kita jelaskan.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 6

 
Pelajaran Keenam  : BAB AL BINA'

Dalam kitab Al Ajurumiyah ini, penulis_rahimahullah tidak menyebutkan "Bab Al Bina." Oleh karena itu, kita akan jelaskan apa itu Al Bina dan macamnya, karena sebagaimana yang telah kita terangkan bahwa bab "Al I'rab dan Al Bina" merupakan asas ilmu nahwu.Al Bina adalah lawan dari Al I'rab. Al Bina adalah tetapnya harakat akhir suatu kalimat dalam satu keadaan, tidak akan berubah harakatnya meskipun dimasuki berbagai jenis 'Aamil. Contohnya:

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 5

Pelajaran Kelima
قال المؤلف - رحمه الله: بَابُ الإِعرَابِ
"الإعْرَابُ هُوَ: تَغْييرُ أَوَاخِرِ الْكلِمِ لاِخْتِلاَفِ الْعَوَامِلِ الْداخِلَة عَلَيهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيراً"
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:"BAB AL I'RAB"

"Al i'rab adalah perubahan (keadaan) akhir-akhir kalimat karena adanya perbedaan 'Awaamil yang masuk padanya, baik (perubahannya) terlafazhkan maupun secara taqdir."

?Penjelasan:

Setelah kita mengenal alamat-alamat Isim, Fi'il dan Huruf, maka penulis_rahimahullah masuk kedalam pembahasan Al I'rab. Al I'rab dan Al Bina merupakan asas ilmu nahwu, karena pada keduanya berputar hukum harakat akhir suatu kalimat.

Perkataan penulisrahimahullah:

“Perubahan (keadaan) pada akhir-akhir suatu kalimat”

    1. Maksudnya adalah perubahan keadaan harakat akhir suatu kalimat, bukan perubahan harakat diawal atau ditengah kalimat, karena hal tersebut dibahas dalam ilmu sharaf seperti (يَسْتَخْدِمُ - يُسْتَخْدَمُ) atau (يَنْصُرُ - يُنْصَرُ). Perubahan harakat pada dua kalimat tersebut tidak dinamakan I'rab. Adapun dalam ilmu nahwu yang dibahas adalah perubahan keadaan harakat akhir pada suatu kalimat.
    2. Yang dimaksud dengan perubahan (keadaan) harakat akhir suatu kalimat, adalah misalnya dari Raf'u menjadi Nashab atau menjadi Khafadh atau menjadi Jazem.

Kunci Jawaban : Soal Pelajaran Keempat










Kunci Jawaban Latihan Soal Pelajaran Keempat

Latihan soal!


Tentukanlah pada soal-soal berikut ini, mana yang termasuk ism, fi'il dan huruf!




  1. زَيْدٌ قَدْ يَجْلِسُ عَلَى الْكُرْسِيِّ.



  • Kalimat  (زَيْدٌ) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin (ـٌـ).

  • Kalimat (يَجْلِسُ) adalah Fi'il, karena masuk padanya huruf (قَدْ).

  • Kalimat  (الْكُرْسِيِّ) adalah Isim, karena dapat menerima Alif dan Lam (الْ), huruf Al Khafadh (عَلَى) dan tanda Al Kafadh - harakat Kasrah - (ـِـ).

  • Sedangkan kalimat (عَلَى) dan (قَدْ) adalah Huruf, karena dia tidak dapat menerima alamat Isim atau Fi'il



  1. الْمَدْرَسَةُ جَمِلَيْةٌ.



  • Kalimat  (الْمَدْرَسَةُ) adalah Isim, karena dapat menerima Alif dan Lam (الْ).

  • Kalimat  (جَمِلَيْةٌ) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin (ـٌـ).

  • هِنْدٌرَجَعَتْمِنَالْمَعْهَدِ.

  • Kalimat  (هِنْدٌ) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin (ـٌـ).

  • Kalimat (رَجَعَ) adalah Fi'il, karena masuk padanya Ta Ta'nits As Sakinah (تْ).

  • Kalimat  (الْمَعْهَدِ) adalah Isim, karena dapat menerima Alif dan Lam (الْ), huruf Al Khafadh (مِنْ) dan tanda Al Kafadh - harakat Kasrah - (ـِـ).

  • Sedangkan kalimat (مِنَ) adalah Huruf, karena dia tidak dapat menerima alamat Isim atau Fi'il



  1. اْلـمدَرِّسُ سَيَزُوْرُ خَالِدًا.



  • Kalimat  (المُدَرِّسُ) adalah Isim, karena dapat menerima Alif dan Lam (الْ).

  • Kalimat (يَزُوْرُ) adalah Fi'il, karena masuk padanya Huruf Syin (سَ).

  • Kalimat  (خَالِدًا) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin (ـًـ).



  1. ذَهَبَ عَلِيٌّ إِلَى بَيْتِ هَاشِمٍ.



  • Kalimat (ذَهَبَ) adalah Fi'il, karena jika dimasuki padanya salah satu alamat Fi'il, baik itu huruf (قَدْ) atau Ta Ta'nits As Sakinah (تْ) dia dapat menerimanya, contohnya (قَدْذَهَبَ) atau (ذَهَبَتْ).

  • Kalimat  (عَلِيٌّ) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin (ـٌـ).

  • Kalimat  (بَيْتِ) adalah Isim, karena dapat menerima huruf Al Khafadh (إِلَى) dan tanda Al Kafadh - harakat Kasrah - (ـِـ).

  • Kalimat  (هَاشِمٍ) adalah Isim, karena dapat menerima tanda Tanwin dan tanda Al Kafadh (ـٍـ).

  • Sedangkan kalimat (إِلَى) adalah Huruf, karena dia tidak dapat menerima alamat Isim atau Fi'il


Insya Allah kita akan lanjutkan pelajaran kita berikutnya pada pertemuan yang akan datang. Wallahu a'lam bish shawab.









?ditulis oleh  Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy, 26 Rabi'ul Awal 1435/ 27 Januari 2014_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah]

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 4

Pelajaran Keempat : 'AlamatFi'il -bagian kedua-

.قال المؤلف - رحمه الله: والفِعْلَ يُعْرَفُ بِقَدْ، وَالسينِ و"سَوْفَ" وَتَاءِ التأْنيثِ السَّاكِنة

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Dan Fi'il dapat diketahui dengan huruf (قَدْ), (سَ), (سَوْفَ) dan Ta Ta'nits Saakinah (تْ)."

?Penjelasan:

Pada pelajaran yang lalu, telah kami terangkan alamat Fi'il yang pertama yaitu huruf (قَدْ). Pada pelajaran kita kali ini, kami akan menjelaskan alamat Fi'il yang selanjutnya dari alamat-alamat Fi'il yang disebutkan oleh penulis kitab ini.

2. Huruf (السِيْن) dan Huruf (سَوْفَ), kedua Huruf ini hanya masuk kepada Fi'il Mudhari' saja, yang mana dua Huruf ini berfungsi untuk menunjukan bahwa Fi'il Mudhari' tersebut bermakna akan datang.

Contoh:

{سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ}

“Aku akan memintakan ampun bagimu.”  [QS. Maryam: 47]

كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ

“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).” [QS. At Takaatsur: 3]

Kalimat (أَسْتَغْفِرُ) dan (تَعْلَمُونَ) adalah Fi'il, karena dia dapat dimasuki oleh dua Huruf diatas.

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 3

Pelajaran Ketiga : 'Alamat Fi'il -bagian pertama-

.قال المؤلف - رحمه الله: والفِعْلَ يُعْرَفُ بِقَدْ، وَالسينِ و"سَوْفَ" وَتَاءِ التأْنيثِ السَّاكِنة

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Dan fi'il, dapat diketahui dengan huruf (قَدْ), (سين), (سَوْفَ) dan Ta Ta'nits sakinah (تْ)."

?Penjelasan:

Setelah penulis menyebutkan alamat-alamat isim, sekarang beranjak ke penjelasan alamat-alamat fi'il. Disini penulis menyebutkan empat alamat untuk fi'il. Apabila kamu mendapatkan salah satu alamat tersebut masuk pada sebuah kalimat, maka ketahuilah bahwa kalimat tersebut adalah fi'il.

Empat alamat tersebut adalah:

1. Huruf (قَدْ), dia adalah alamat fi'il yang dapat masuk pada fi'il maadhi (kata kerja lampau atau yang telah berlalu) dan juga fi'il mudhari' (kata kerja yang sedang atau akan terjadi).

4Apabila huruf (قَدْ) masuk pada fi'il maadhi, maka dia memiliki dua makna:

Friday, June 27, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 2

Pelajaran Kedua : 'Alamat Isim (Kata Benda)
قال المؤلف - رحمه الله: فالاسم يُعرَفُ: بالخَفضِ، والتنوينِ، ودخولِ الألف واللام، وحروفِ الخَفضِ, وهي: مِن، وإلى، وعَن، وعلى، وفِي, ورُبَّ، والباءُ، والكافُ، واللامُ، وحروفِ القَسَم وهي: الواو، والباء، والتاء.
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Isim dapat diketahui dengan al khafdhu, tanwin, bisa masuk padanya alif dan lam dan huruh-huruh al khafdhu seperti; min, ila, 'an, 'ala, fi, rubba, ba, kaf, lam, dan huruf untuk bersumpah seperti; wawu, ba, ta."

?Penjelasan:

Setelah penulis menyebutkan bagian-bagian kalam, yang mana kalam itu tersusun dari isim, fi'il, dan huruf, maka penulis memulai menjelaskan alamat-alamat dari tiga hal tersebut. Dengan kita mengetahui alamat masing-masingnya, kita bisa menentukan suatu kalimat, apakah dia katagori isim atau fi'il atau huruf.

Isim, dia memiliki empat alamat;

  1. Al Khafdhu adalah tanda harakat kasrah atau yang menggantikannya  (sebagaimana akan datang penjelasannya secara tersendiri). Alamat tersebut terdapat pada huruf akhir kalimat (bukan didepan atau ditengah)

Contohnya:

al Ajurumiyyah : Pelajaran - 1

Pelajaran Pertama : Definisi Kalimat
قال المؤلف - رحمه الله:الكلامُ: هو اللفظُ المُرَكَّبُ المُفيدُ بالوَضْع.
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Kalam adalah suatu susunan lafazh yang diletakan (oleh orang arab) yang dapat memberikan faedah (yaitu dapat dipahami)."

?Penjelasan:

Penulis memulai kitabnya dengan mendefinisikan kalam, karena tujuan dari ilmu nahwu adalah agar lafazh yang kita ucapkan menjadi benar.Definisi kalam adalah: Suatu susunan lafazh yang dapat memberikan faedah (yaitu dapat dipahami) yang diletakan (oleh orang arab).

Dari definisi kalam diatas, maka susunan kalam harus terkumpul padanya empat perkara:

  1. Lafazh, yaitu suara yang terkandung padanya sebagian huruf-huruf hijaiyah. Adapun tulisan atau isyarat, tidaklah dikatagorikan kalam menurut ahli ilmu nahwu.

Contoh:

Seseorang mengisyaratkan dengan meletakan jari telunjuknya didekat mulutnya kepada orang lain pertanda suruh diam. Meskipun orang itu paham, maka isyarat ini tidaklah dinamakan kalam menurut ahli ilmu nahwu, karena kalam harus berbentuk lafazh yang diucapkan.

al Ajurumiyyah : Mukaddimah

بِسْم ِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

BELAJAR ILMU NAHWU DARI KITAB AL AJURUMIYAH

MUQODDIMAH

Segala puji dan syukur kita kepada Allah Ta'ala, yang telah banyak mengkaruniakan kepada kita kenikmatan demi kenikmatan, baik yang kecil maupun yang besar, Allah Ta'ala berfirman:

{وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}

"Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. An Nahl: 16]

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً} الآية}

"Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin." [QS. Luqman: 20]

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kesebelas





Pelajaran Kesebelas

.......قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:(الثالثة) الدعوة إليه
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: “Ketiga: Berdakwah dengan ilmunya …”




?Penjelasan:


Inilah kewajiban yang ketiga dari empat kewajiban atas seorang muslim untuk mempelajarinya.


Apabila seorang muslim telah mengilmui tiga landasan pokok yang telah disebutkan oleh penulis_rahimahullah, maka wajib atasnya untuk berdakwah, menyelamatkan manusia dari kekufuran dan menyeru mereka untuk berilmu dan beriman dengan tiga landasan pokok ini, karena padanya kunci keselamatan mereka, baik di dunia maupun di Akherat.


Dakwah kepada tauhid merupakan tugas para Rasul, karena tidaklah para Nabi atau Rasul diutus kepada manusia melainkan untuk menyeru kepada Tauhidullah, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya Rabb yang diibadahi, adapun selain-Nya adalah peribadahan yang bathil. Allah Ta'ala berfirman:


{لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}


"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)." [QS. Al A'raaf: 59]


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kesepuluh





Pelajaran Kesepuluh

..........قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:(الثانية) العمل به
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Kedua: beramal dengan ilmunya…"




Penjelasan:


Inililah kewajiban yang kedua dari empat kewajiban atas seorang muslim.


Telah disebutkan oleh Penulis_rahimahullah kewajiban yang pertama, yaitu menuntut ilmu. Sedangkan ilmu yang harus dipelajari setiap pribadi muslim adalah mempelajari tiga perkara yang agung, yang tidak boleh dia jahil padanya;




  1. Ilmu mengenal Allah Ta'ala,

  2. Ilmu mengenal Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam,

  3. Dan ilmu mengenal agama Islam beserta dengan dalil-dalinya.


Perkataan Penulis_rahimahullah: "Kedua: beramal dengan ilmunya…"


Ini merupakan buah dari ilmu. Ilmu yang benar dan bermanfaat bagi pemiliknya apabila ilmunya itu membuahkan amalan.


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kesembilan





Pelajaran Kesembilan

"...قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:"ومعرفة دين الإسلام بالأدلة
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:"dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalilnya"




?Penjelasan:


Ilmu apakah yang wajib setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya?


Ketiga: Mengenal agama Islam dengan dalil-dalinya.


Kita dapat mengenal hakekat Islam yang benar yang sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah melalui Al Qur'an dan As Sunnah.


Ilmu mengenal agama Islam yang benar, terkandung padanya beberapa perkara:


1. Mengilmui dan meyakini bahwa tidak agama yang diterima oleh Allah setelah diutusnya Nabi kita Muhamad shallallahu 'alaihi wasallam kecuali Islam. Allah Ta'ala berfirman:


{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}


“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." [QS. Ali 'Imran: 85]


2. Mengilmui dan meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna dari segala aspek, baik dari sisi aqidah, ibadah, muamalah, maupun siyasahnya (politik), tidak butuh lagi penambahan maupun pengurangan. Barangsiapa membuat kebid'ahan (perkara yang baru) dalam Islam maka hal tersebut tertolak. Allah Ta'ala berfirman:


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kedelapan





Pelajaran Kedelapan

"...قال المؤلِّف رحمه الله تعالى: "وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: “mengenal Nabi-Nya.”




?Penjelasan:


Ilmu apakah yang wajib setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya?


Kedua: Ilmu mengenal Nabi Muhamad shallallahu 'alaihi wasallam.


Ilmu ini terkandung padanya beberapa perkara:


1. Meyakini bahwa Nabi Muhamad shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang hamba dan juga seorang rasul yang diutus oleh Allah kepada jin dan manusia. Dalam doa tasyahhud:


« وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ »


“Aku bersaksi bahwa (nabi) Muhamad adalah seorang hamba dan rasul (utusan Allah)". [HR. Al Bukhari – Muslim, dari shahabat Abdullah bin Mas'ud]


2. Meyakini bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah penutup para nabi, tidak ada nabi maupun rasul yang diutus setelahnya.


{مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ}


"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi." [QS. Al Ahzab: 40]


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Ketujuh





Pelajaran Ketujuh

...قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:"وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:"yaitu; Ilmu mengenal Allah"




?Penjelasan:


Ilmu apakah yang wajib setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya?


Pertama: Ilmu mengenal Allah


Yaitu; hendaknya seorang hamba benar-benar mengenal Sang penciptanya, sehingga dia benar-benar menjadikan segala bentuk ibadahnya hanya untuk Allah Ta'ala. Hatinya selalu rindu dan selalu terawasi oleh Rabbnya,sehingga tidaklah dia berdoa, bertawakal, bersujud, takut dan berharap kecuali hanya kepada Allah.


Ilmu mengenal Allah adalah ilmu yang paling agung, karena Allah Ta'ala Maha Agung. Barangsiapa yang benar-benar mengenal Allah maka sungguh dia akan menjadi orang yang paling bertakwa dan paling takut kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman:


{إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}


"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama" [QS. Faathir: 28].


Kenapa hanya para ulama? Karena mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah 'Azza wa Jalla.


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Keenam





Pelajaran Keenam

قال المؤلِّف رحمه الله تعالى: (الأُولَى) الْعِلْمُBerkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:“"Yang pertama: Al Ilmu (berilmu).”



?Penjelasan:


Kewajiban yang pertama bagi seorang muslim adalah dia dalam beragama ini harus memiliki ilmu yang akan meluruskan aqidahnya dan membenarkan segala bentuk ibadahnya. Tidak boleh bagi seorang muslim, dia beraqidah dan beribadah diatas kejahilan. Tidak boleh kita mengambil aqidah kita dan menunaikan ibadah kepada Allah Ta'ala dibangun diatas perasaan; "Oh menurut saya ini baik, ini cocok dengan perasaan saya…" Tidak dan sekali tidak! wajib bagi seorang muslim membangun aqidahnya dan ibadahnya diatas tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.Bagaimana kita mengetahui bahwa ini adalah aqidah dan ibadah yang benar yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jawabannya adalah dengan menuntut ilmu aqidah dan ibadah yang shahih.


Allah Ta'ala telah memerintahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menuntut ilmu dan meminta tambahan ilmu, sebagaimana dalam Firman-Nya:


{وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا}


"Katakanlah (wahai Muhammad): "Ya Rabbku, Tambahkanlah ilmu bagiku" [Thahaa: 114]

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kelima





Pelajaran Kelima

قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:"أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَعِ مَسَائِلَ"
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Sesungguhnya wajib atas kita untuk mempelajari empat perkara:...”




?Penjelasan:


Empat perkara yang akan disebutkan oleh Penulis adalah perkara yang wajib setiap pribadi muslim mempelajarinya. Barangsiapa yang enggan mempelajarinya maka pada hari kiamat, Allah akan mengumpulkannya bersama golongan orang-orang yang jahil (bodoh) yang enggan mempelajari perkara-perkara yang pokok dalam agamanya.


Ketahuilah, bahwa di Akherat nanti, Allah Ta'ala menjadikan mayoritas penduduk Neraka dari golongan orang-orang yang jahil, golongan orang-orang yang tidak memiliki semangat mempelajari ilmu yang dibawa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, padahal Allah Ta'ala telah memberikan kepada mereka kemudahan mendapatkannya dan telah membukakan untuk mereka segala bentuk jalan-jalan untuk memperoleh ilmu dengan tanpa adanya kesulitan. Namun meraka enggan, berpaling, sombong dan mendustakan apa yang dibawa Nabi  Shallallahu 'alaihi wasallam, wallahul musta'an.

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Keempat





Pelajaran Keempat

قال المؤلِّف رحمه الله تعالى: "رَحِمَكَ اللهُ"
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: “Semoga Allah merahmatimu”




?Penjelasan:


Perkataan Penulis_rahimahullah: [رَحِمَكَ اللهُ] memberikan kepada kita beberapa faedah, diantaranya:


1. Mengingatkan bahwa ilmu syariat ini merupakan bentuk rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta'ala untuk hamba-hamba-Nya tatkala mereka mau menerima dan mengamalkan ilmunya. Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:


{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ}


“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". [QS. Al Anbiya: 107]


2. Ilmu syar'i ini akan membawa pemiliknya untuk saling menyayangi diantara mereka. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:


{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}


"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka". [QS. Al Fath: 29]

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Ketiga





Pelajaran Ketiga

قال المؤلِّف رحمه الله تعالى: "!اعْلمْ
Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala:“Ketahuilah! ...”




?Penjelasan:


Perkataan Penulis_rahimahullah: [ اعلمْ ]


Kalimat (اعْلمْ) berasal dari kalimat (الْعِلْمُ), hal ini menunjukan bahwa agama Islam dan syariat-syariatnya adalah ilmu dengan hujjah dan bayan (penjelasan), bukan dengan dugaan dan bukan pula dengan perasaan atau akal-akalan.


Demikian pula apa yang akan disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitab ini berupa ilmu Aqidah Shahihah dengan hujjah dan bayan yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, bukan berasal dari rekaan, akal atau perasaan beliau.


Berkata Syaikh Hafizh Hakamy: "Kalimat ini (اعْلمْ) didatangkan (diawal pembicaraan) untuk menggugah perhatian dan (memberikan) motivasi untuk menghayati apa yang (disampaikan) setelahnya."


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Kedua





Pelajaran Kedua


قال المؤلِّف رحمه الله تعالى:
بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Penulisrahimahullah ta'ala: “Bismillahirrohmanirrohim”(dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)




?Penjelasan:


Dasar isi dari kitab ini adalah apa yang ditunjukan dalam hadits Al Bara' bin 'Azib_radhiyallahu 'anhu, ia berkata:


“Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk melihat jenazah seorang laki-laki Anshar, kami pun tiba di pemakaman. Ketika lubang lahad telah dibuat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk, lalu kami ikut duduk di sisinya. Kami diam, seakan-akan di atas kepala kami ada burung. Saat itu beliau memegang sebatang kayu yang ditancapkan ke dalam tanah, beliau lalu mengangkat kepalanya dan bersabda: "Mintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur." Beliau ucapkan kalimat itu hingga dua atau tiga kali. Demikanlah tambahan dalam hadits Jarir. Beliau melanjutkan: "Sungguh, mayat itu akan mendengar derap sandal mereka saat berlalau pulang; yakni ketika ditanyakan kepadanya, 'Wahai kamu, siapa Rabbmu? Apa agamamu? Dan siapa Nabimu? ' -Hannad menyebutkan; Beliau bersabda: - "lalu ada dua malaikat mendatanginya seranya mendudukkannya. Malaikat itu bertanya, "Siapa Rabbmu?" ia menjawab, "Rabbku adalah Allah." Malaikat itu bertanya lagi, "Apa agamamu?" ia menjawab, "Agamaku adalah Islam." Malaikat itu bertanya lagi, "Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? ' ia menjawab, "Dia adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." malaikat itu bertanya lagi, "Apa yang kamu ketahui?" ia menjawab, "Aku membaca Kitabullah, aku mengimaninya dan membenarkannya." Dalam hadits Jarir ditambahkan, "Maka inilah makna firman Allah: '(Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman…) ' hingga akhir ayat. -Qs. Ibrahim: 27- kemudian kedua perawi sepakat pada lafadz, "Beliau bersabda: "Kemudian ada suara dari langit yang menyeru, "Benarlah apa yang dikatakan oleh hamba-Ku, hamparkanlah permadani untuknya di surga, bukakan baginya pintu-pintu surga dan berikan kepadanya pakaian surga." beliau melanjutkan: "Kemudian didatangkan kepadanya wewangian surga, lalu kuburnya diluaskan sejauh mata memandang." Beliau melanjutkan: "Jika yang meninggal adalah orang kafir, maka ruhnya akan dikembalikan kepada jasadnya. Saat itu datanglah dua malaikat serya mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya,

Wednesday, June 25, 2014

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Mukaddimah

بِسْم ِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






BELAJAR AQIDAH SHAHIHAH DARI KITAB AL USHUL ATS TSALATSAH



MUQODDIMAH


Segala puji dan syukur bagi Allah Ta'ala yang telah memberikan dan menganugerahkan kenikmatan yang paling agung dari kenikmatan-kenikmatan yang diberikan-Nya kepada kita, yaitu kenikmatan Islam. Islam adalah agama yang hak dan tidak ada agama yang diridhai disisi Allah kecuali agama Islam. Allah Ta'ala berfirman:


{إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ}


“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” [QS. Alu 'Imran: 19]


Dan Allah Ta'ala berfirman pula:


{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}


“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”[QS. Alu 'Imran: 85]


Hafalan Hadist – 13










HADITS KETIGABELAS
JANGANLAH MEREMEHKAN SEDIKITPUN TERHADAP KEBAIKAN

عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ» رواه مسلم


“Dari Abu Dzar_radhiyallahu 'anhu, dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun sekedar bermanis muka kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu." [HR. Muslim]


?Nomor hadits: Muslim no: 2626

Hafalan Hadist - 12










HADIST KEDUA BELAS
AMALAN ITU DITENTUKAN DENGAN PENUTUPANNYA

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ» رواه مسلم


Dari Jabir_radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Setiap hamba dibangkitkan di atas kondisi saat ia meninggal." [HR. Muslim]


?Nomor hadits: Muslim no: 2878