Tuesday, September 30, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 21





Pelajaran Kedua Puluh Satu : Bab Alamat Jazm


MATAN:


قال المؤلف - رحمه الله: "وَلِلْجَزْمِ عَلاَمَتَانِ: السُّكُونُ، وَالْحَذْفُ."


Berkata penulis rahimahullah : “Jazm, ia memiliki dua alamat: Sukun dan Hadzfu (membuang).”




?PENJELASAN:

Pada pembahasan yang telah lalu, kita telah mempelajari tiga jenis I'rab, yaitu Rafa', Nashab dan Khafadh atau Jar, dan telah berlalu pula pembahasan masing-masing alamatnya. Sekarang kita memasuki jenis keempat atau terakhir dari macam-macam I'rab, yaitu Jazm. Diterangkan oleh penulis kitab ini, bahwa Jazm memiliki dua alamat; Sukun dan Hadzfu (membuang).


-----------------------------------------------------------------------------------------


MATAN:


قال المؤلف - رحمه الله:"فَأَمَّا السُّكُونُ فَيَكُونُ عَلاَمَةً لِلْجَزْمِ في الْفِعْلِ الْمُضَارِع الصحيح الآخر."


Berkata penulis rahimahullah : "Adapun Sukun, maka ia menjadi alamat bagi Jazm pada Fi'il Mudhari' yang shahih akhirnya."


-----------------------------------------------------------------------------------------


Penjelasan:


Alamat pertama adalah Sukun. Harakat Sukun, ia menjadi alamat bagi Jazm hanya pada satu tempat saja, yaitu Fi'il Mudhari' yang shahih akhirnya.


Fatwa Seputar Hukum Udhiyah Atau Kurban (bagian 2)

29 FATWA SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN






Bersama Al-'Allaamah Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin



Bagian Kedua




  1. Lebih utama bagi seseorang tidak berkurban lebih dari satu kambing. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Orang yang berhaji tidak perlu berkurban, namun jika mampu maka boleh baginya meninggalkan uang untuk keluarganya agar mereka membeli hewan kurban dan kemudian mereka sembelih untuk mereka. Adapun dia hanya menyembelih hewan hadi (hewan kurban yang merupakan kewajiban untuk haji) di Mekkah dan tidak perlu lagi berkurban. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Orang yang berhaji yang telah meniatkan untuk berkurban maka boleh baginya menyembelih hewan kurbannya di Mekkah. [Asy-Syaikh Bin Baz]

  4. Hewan kurban harus dari jenis binatang ternak, yaitu onta, sapi atau kerbau dan kambing. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  5. Hewan kurban harus mencapai umur yang telah ditentukan dalam syariat; onta harus berumur lima tahun atau lebih, sapi harus berumur dua tahun atau lebih dan kambing ada dua jenis, untuk jenis kambing biri-biri atau domba maka harus berumur 6 bulan atau lebih, adapun jenis kedua kambing kacang harus berumur satu tahun atau lebih. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  6. Waktu penyembelihan yang telah ditentukan oleh syariat adalah dimulai dari setelah shalat Iedul Adha sampai dengan terbenamnya matahari pada hari tasyriq yang ketiga. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  7. Hewan kurban tidaklah sah kecuali jika selamat dari aib atau cacat, seperti;



  •  Buta dan jelas kebutaannya, seperti matanya menonjol keluar atau lepas atau nampak warna putih pada bola matanya.



  • Sakit dan jelas nampak kesakitannya, seperti tampak pada badannya panas tinggi atau kudisan.
    Pincang dan kepincangannya itu jelas, yaitu tampak pada jalannya.



  • Kurus sekali dan tidak bersumsum (berdaging) [Rincian Asy-Syaikh al-'Utsaimin]



  1. Hewan kurban yang terpotong telinganya, patah tanduknya atau salah satu matanya tidak melihat, namun jika orang melihatnya tidak tampak buta sebelah maka ini semua sah untuk dijadikan sebagai hewan kurban. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Barangsiapa yang telah berniat menyembelih hewan kurban maka dilarang baginya untuk memotong rambut dan kuku mulai dari awal Dzulhijjah sampai dia menyembelih hewan kurbannya. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Boleh berkurban dengan kambing kebiri sebagaimana pernah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]


Demikian fatwa-fatwa ringkas seputar ibadah udhiyah atau kurban kami sampaikan dan insya Allah kita lanjutkan kembali pada bagian selanjutnya. Semoga bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.

Sumber: 29 Mas'alah Min Fatawa Ibnu Baz wa Ibnu 'Utsaimin.
.


Monday, September 29, 2014

Fatwa Seputar Hukum Udhiyah Atau Kurban

29 FATWA SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN






Bersama Al-'Allaamah Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin



Bagian Pertama




  1. Ibadah kurban hukumnya sunnah, bukan hal yang wajib. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  2. Satu hewan kurban mencukupi untuk satu orang dan keluarganya serta orang-orang yang dia masukan dari kalangan kaum muslimin. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  3. Satu keluarga tercukupkan untuk mereka dengan satu hewan kurban, meskipun dia memiliki anak-anak yang bekerja sebagai pegawai dan sudah berkeluarga serta memiliki gaji bulanan. Akan tetapi dengan syarat makan dan minum mereka satu, artinya dapur mereka menjadi satu. Adapun jika masing-masing punya dapur sendiri maka hewan kurbannya harus berbeda-beda antara satu (dapur) dengan yang lainnya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  4. Yang menyembelih hewan kurban adalah penanggung jawab keluarga, baik ayah, suami, anak yang paling besar ataupun anak yang paling kecil. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  5. Wanita tidak diwajibkan baginya berkurban, bahkan ia masuk bersama (kurban) laki-laki, baik itu ayah, suami, anak laki-laki, atau saudara laki-lakinya. Akan tetapi apabila ia ingin berkurban sendiri maka tidak mengapa. Dilarang baginya memotong rambut dan kuku seperti laki-laki (jika akan berkurban). [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  6. Boleh bagi wanita berkurban. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  7. Berkurban dengan niat untuk mayit maka ada tiga keadaan:

    • Si mayit telah berwasiat untuk disembelihkan kurban untuknya dari hartanya dalam rangka mengamalkan wasiatnya.

    • Orang yang hidup berkurban dari hartanya sendiri untuk dirinya, namun dia juga meniatkan untuk memasukan si mayit dalam kurbannya. Hal ini diperbolehkan.

    • Orang yang hidup berkurban, namun dikhususkan hanya untuk si mayit saja, maka dalam hal ini lebih utama baginya tidak melakukannya, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika pamannya "Hamzah", istrinya "Khadijah" dan yang lainnya meninggal, Beliau tidak menyembelih hewan kurban untuk mereka secara khusus atau untuk masing-masing dari mereka. [Rincian Asy-Syaikh al-'Utsaimin]



  8. Boleh bagi seorang muslim berhutang agar bisa berkurban, selama dia yakin bahwa nanti dirinya mampu membayar hutangnya. [Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  9. Berkurban dengan onta atau sapi, boleh padanya berserikat tujuh orang dalam membelinya. Adapun kambing maka tidaklah sah kecuali dari satu orang. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]

  10. Orang yang merantau dan hidup di negeri orang, sedangkan keluarganya berada di negeri lain, boleh baginya mengirim uang kepada keluarganya untuk disembelihkan hewan kurban untuknya. [Asy-Syaikh al-'Utsaimin]


Demikian fatwa-fatwa ringkas seputar ibadah udhiyah atau kurban kami sampaikan dan insya Allah kita lanjutkan kembali pada bagian selanjutnya. Semoga bermanfaat untuk Islam dan muslimin.


Sumber: 29 Mas'alah Min Fatawa Ibnu Baz wa Ibnu 'Utsaimin.


Sunday, September 28, 2014

Hadist 37 'Umdatul Ahkam




HADITS KETIGA PULUH TUJUH



عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: «بَعَثَنِي النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي حَاجَةٍ، فَأَجْنَبْتُ، فَلَمْ أَجِدْ الْمَاءَ، فَتَمَرَّغْتُ فِي الصَّعِيدِ، كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: إنَّمَا يَكْفِيَكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا - ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ، وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ».


"Dari 'Ammar bin Yasir radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengutusku untuk suatu keperluan kemudian aku junub, lalu aku tidak mendapati air, maka aku menggulingkan badan ke tanah sebagaimana binatang melata menggulingkan badannya?. Kemudian kutemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kuceritakan perkara tersebut kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Beliau bersabda, 'Sudah cukup memadai bagi kamu dengan kamu menepukkan tangan kamu begini', kemudian beliau menepukkan tangan beliau ke tanah dengan satu tepukan, kemudian beliau menyapu tangan kiri beliau pada tangan kanan dan punggung kedua tapak tangan serta wajah beliau." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


----------------------------------


Saturday, September 27, 2014

Hukum Puasa Hari 'Arafah dan 8 Hari Sebelumnya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






HUKUM PUASA HARI 'ARAFAH DAN 8 HARI SEBELUMNYA



Berkata Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu:


وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ»


"Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari 'Arafah, maka beliau menjawab: "Puasa itu akan menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang" [HR. Muslim].


Masalah: Bolehkah kita puasa dari tanggal 1 - 9 Dzulhijah atau 8 – 9 Dzulhijah?


Jawab: Diantara hari-hari yang disunnahkan untuk kita berpuasa adalah dari tanggal 1 - 9 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka adalah hadits Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:


أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟» قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ؟ قَالَ: «وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ»


"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang lebih utama dari pada amalan yang dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari diawal bulan dzulhijah_pent), para shahabat berkata: Tidak pula jihad? Beliau menjawab: "Tidak pula jihad, kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (dijalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi" [HR. Al-Bukhari].


Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar : "Hadits ini dijadikan dalil untuk keutamaan berpuasa 10 hari diawal bulan dzulhijah (kecuali tanggal 10, maka tidak boleh berpuasa pada hari raya_pent) karena puasa termasuk bentuk amalan." [Fathul Bari no 969]


Friday, September 26, 2014

Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah

KILAUAN MUTIARA HIKMAH DARI NASIHAT SALAFUL UMMAH 






BAB 10 : Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah




  1. Abu Nu’aim berkata, Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjid pada hari Jum’at, tiba-tiba ia melihat Al Hasan bin Shalih bin Hayy sedang shalat, beliau berkata : “Kami berlindung kepada Allah dari khusyuknya munafiq.” Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah. Katanya lagi --juga dari Ats Tsauri-- : “Dia itu adalah orang yang menganggap bolehnya menumpahkan darah ummat.” (At Tahdzib 2/249 nomor 516)

  2. Bisyr bin Al Harits berkata, Zaidah biasa duduk di masjid memperingatkan manusia dari Ibnu Hayy dan shahabat-shahabatnya, katanya : “Mereka itu menganggap halal menumpahkan darah kaum Muslimin.” (Ibid)

  3. Abu Shalih Al Farra’ berkata, saya menyampaikan kepada Yusuf bin Asbath dari Waki’ mengenai perkara fitnah, ia berkata : “Dia --Al Hasan bin Hayy-- itu seperti gurunya.” Lalu saya berkata kepada Yusuf : “Apakah kamu tidak takut kalau ini ghibah?” Ia menjawab : “Mengapa, hai tolol? Saya lebih baik terhadap mereka dibanding bapak ibu mereka. Saya mencegah manusia beramal dengan apa yang mereka ada-adakan agar manusia tidak mengikuti pula dosa-dosa mereka itu dan orang yang menyanjung mereka justru jauh lebih berbahaya daripada mereka.” (Ibid)

  4. Abdullah bin (Al Imam) Ahmad bin Hanbal berkata, saya mendengar ayahku berkata : “Barangsiapa yang mengatakan ucapanku (lafadhku) dengan Al Quran adalah makhluk maka ini adalah ucapan yang sangat jelek dan rendah dan ini adalah perkataan orang-orang Jahmiyyah.” Saya katakan padanya : “Sesungguhnya Husain Al Karabisiy mengatakan hal ini.” Beliau berkata : “Dia dusta, semoga Allah membuka aibnya yang jelek itu. Sungguh ia telah menggantikan Bisyr Al Marisiy.” (As Sunnah li Abdillah 1/165-166 nomor 186-188)

  5. Kata beliau juga : “Saya bertanya kepada Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbiy tentang Husain Al Karabisiy lalu beliau berkata dengan ucapan yang jelek dan rendah tentang Husain.” (Ibid)

  6. Abdullah berkata --lagi-- : “Saya bertanya kepada Al Hasan bin Muhammad Az Za’farani tentang Husain Al Karabisiy ternyata ia mengatakan hal yang sama dengan Abu Tsaur.” (Ibid)

  7. Imam Ahmad berkata : “Bisyr Al Marisiy telah mati dan ia digantikan oleh Husain Al Karabisiy.” (Tarikh Baghdad 8/66)

  8. Dari Muhammad bin Al Hasan bin Harun Al Maushuly ia berkata, saya bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang ucapan Al Karabisiy :“Ucapanku dengan Al Quran adalah makhluk.” Maka beliau berkata kepadaku : “Hai Abu Abdillah, hati-hatilah kamu, hati-hatilah kamu terhadap Al Karabisiy, jangan ajak dia bicara dan jangan pula kamu ajak bicara orang yang bicara dengannya.” Beliau ucapkan 4 atau 5 kali. (Ibid 8/65)

  9. Sampai berita kepada Umar bin Al Khaththab radliyallahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki yang terkumpul pada dirinya beberapa perkara bid’ah maka beliau melarang manusia duduk dengannya. (Majmu’ Fatawa 35/414) Ibnu Taimiyyah berkata : “Maka apabila seseorang bergaul dengan orang yang jahat secara rahasia tetap harus diperingatkan manusia darinya.” (Ibid)

  10. Ayyub As Sikhtiyani berkata, Abu Qilabah berkata kepadaku : “Jangan beri kesempatan ahli ahwa’ itu mendengar sesuatu dari kamu nanti ia akan melontarkan terhadapnya apa yang mereka kehendaki.” (Al Lalikai 1/134 nomor 246 dan Al Ibanah 2/445 nomor 397)


Thursday, September 25, 2014

Hilal Dzul Hijjah di Negara Kita Berbeda dengan Hilal Negara Saudi, Gimana Puasa 'Arafahnya?

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






HILAL DZUL HIJJAH DI NEGARA KITA BERBEDA DENGAN HILAL NEGARA SAUDI,
GIMANA PUASA 'ARAFAHNYA?




Permasalahan ini sebenarnya terkait dengan dua permasalahan :




  • Apakah jika di suatu negara telah melihat hilal, maka berlaku pula untuk negara yang lainnya?

  • Dan juga apakah puasa 'Arafah ini terkait dengan waktu atau dengan tempat?


Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, sampai-sampai para ulama yang memilih adanya perbedaan rukyah pada masing-masing negara juga berbeda pendapat.


Soal pertama: Apakah jika di suatu negara telah melihat hilal, maka berlaku pula untuk negara yang lainnya?


Jika negara satu dengan yang lainnya saling berdekatan maka satu rukyah, namun jika saling berjauhan maka masing-masing negara memiliki rukyah sendiri-sendiri. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh madzhab Syafi'iyah, sebagian madzhab Hanafiyah dan pendapat juga dipilih oleh Imam Ahmad, Ibnul 'Arabi, Syaikhul Islam dan ulama yang lainnya.


Dalilnya adalah:




  • Pertama: Firman Allah ta'ala:


{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}


“Barangsiapa yang telah menyaksikan bulan (Ramadhan) maka berpuasalah” [Al Baqoroh : 185]


Allah ta'ala memerintahkan berpuasa ketika telah melihat hilal.


Wednesday, September 24, 2014

PERCAKAPAN 13 : PERJALANAN JAUH




PERCAKAPAN 13 : PERJALANAN JAUH



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


Perhatian : Jika audio tidak jelas, maka gunakan earphone untuk mendengarkannya.

----------------------------------------------------------------

Tuesday, September 23, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 20





Pelajaran Kedua Puluh : Alamat Ketiga dari Alamat Khafadh atau Jar


MATAN:


 قال المؤلف - رحمه الله:


"وَأَمَّا الْفَتْحَةُ فَتَكُونُ عَلاَمَة لِلْخفضِ في الاسمِ الذِي لا يَنْصَرِفُ."


Berkata penulis rahimahullah: "Adapun Fathah, maka ia menjadi alamat bagi Khafadh pada Isim yang tidak menerima Tanwin."






?PENJELASAN:

Alamat ketiga dari alamat Khafadh suatu kalimat adalah Fathah. Fathah, ia menjadi alamat bagi Khafadh hanya pada satu tempat saja, yaitu pada Isim yang tidak menerima Tanwin.


Yang dimaksud dengan Isim yang tidak menerima Tanwin adalah dia tidak bisa menerima tanda Tanwin maupun Kasrah.


Contohnya:




  • أَحْمَدُ

  • زَيْنَبُ

  • حَمْزَةُ

  • خَدِيْجَةُ

  • إِبْرَاهِيْمُ

  • إِسْمَاعِيْلُ


Monday, September 22, 2014

Hadist Pertama al-Arba'in An-Nawawiyyah : Ikhlas

MENDULANG MUTIARA DARI HADITS AL-ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH








IKHLAS

HADITS PERTAMA


HADIST:


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]


"Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. [Diriwayatkan oleh dua imam hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang]






Sunday, September 21, 2014

Hadist 36 – ‘Umdatul Ahkam





BAB TAYAMMUM

HADITS KETIGA PULUH ENAM



عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا، لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ، وَلَا مَاءَ، فَقَالَ: عَلَيْك بِالصَّعِيدِ، فَإِنَّهُ يَكْفِيَكَ».


"Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama orang-orang, beliau lalu bertanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?" Maka orang itu menjawab: "Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi kamu menggunakan tanah dan itu sudah cukup buatmu." [HR. Al Bukhari]


----------------------------------------------------------


Saturday, September 20, 2014

Pembahasan Ilmiyah Seputar Aqiqah (7)/Terakhir

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ






PEMBAHASAN ILMIYAH SEPUTAR AQIQAH (Pertemuan Ketujuh/Terakhir)
TAHNIK, KHITAN, TUSUK TELINGA, DAN ADZAN DI TELINGA BAYI YANG BARU LAHIR





  1. TAHNIK ______________________________


Masalah: Makna Tahnik


Tahnik adalah mengunyah kurma sampai halus hingga bisa ditelan, kemudian dioles-oleskan ke langit-langit mulut. Apabila tidak didapatkan kurma, maka bisa diganti dengan makanan manis yang lain yang bisa digunakan untuk mentahnik, seperti madu atau ruthab.


Dalil dalam masalah ini adalah hadits Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:


ذَهَبْتُ بِعْبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْأَنْصَارِيِّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ وُلِدَ، وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَبَاءَةٍ يَهْنَأُ بَعِيرًا لَهُ، فَقَالَ: «هَلْ مَعَكَ تَمْرٌ؟» فَقُلْتُ: نَعَمْ، فَنَاوَلْتُهُ تَمَرَاتٍ، فَأَلْقَاهُنَّ فِي فِيهِ فَلَاكَهُنَّ، ثُمَّ فَغَرَ فَا الصَّبِيِّ فَمَجَّهُ فِي فِيهِ، فَجَعَلَ الصَّبِيُّ يَتَلَمَّظُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُبُّ الْأَنْصَارِ التَّمْرَ» وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ.


"Saya pergi bersama Abdullah bin Abu Thalhah al-Anshari menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika dia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, yang ketika itu beliau sedang berada di kandang unta memberi minum untanya. Maka (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam) bertanya padaku; "Apakah kamu membawa kurma?". Saya menjawab; ya. Beliau kemudian mengambil beberapa kurma lalu dimasukkan ke dalam mulut beliau dan melembutkannya. Setelah itu beliau membuka mulut bayi dan disuapkan padanya, bayi itu mulai menjilatinya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kesukaan orang Anshar adalah kurma." kemudian (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) memberinya nama Abdullah. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


Masalah: Hukum Tahnik


Para ulama bersepakat disunnahkannya melakukan tahnik pada hari kelahiran seorang anak. Demikian dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tentang tahnik ini. [Syarah an-Nawawi 14/122-123]


Friday, September 19, 2014

Sudahkah Anda Berjihad?




SUDAHKAH ANDA BERJIHAD?



Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah:


Jihad terbagi menjadi empat tingkatan:




  1. Jihad melawan hawa nafsu,

  2. Jihad melawan syaithan,

  3. Jihad melawan orang-orang kafir

  4. Jihad melawan orang-orang munafik.


-------------------------------------------




  1. JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU


Jihad melawan hawa nafsu terbagi menjadi empat tingkatan:




  • Pertama: memeranginya (hawa nafsu) dengan kita mempelajari (jalan-jalan) hidayah dan (mempelajari) agama yang benar yang mana tidak ada kesuksesan dan kebahagiaan dalam kehidupannya (di dunia) dan kesudahannya (di akherat) melainkan dengannya (agama yang benar). Kapan saja jiwa ini kehilangan ilmu tadi, maka ia akan mendapatkan kesengsaraan di dua negeri (dunia dan akherat).

  • Kedua: memeranginya dengan mengamalkan ilmu yang dia telah ketahui. Jika tidak, maka sekedar berilmu saja tanpa adanya amalan, maka (kalau) ilmu tersebut tidak memberikan madarat kepadanya, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan manfaat kepadanya.

  • Ketiga: memeranginya dengan mendakwahkannya, mengajari orang-orang yang belum mengetahui kebenaran. Apabila dia tidak meyebarkannya, maka dia termasuk dalam golongan orang-orang yang menyembunyikan apa yang Allah turunkan dari petunjuk dan penjelasan. Dan juga ilmunya tidak akan memberikan manfaat untuk dirinya dan tidak pula akan menyelamatkannya dari siksaan Allah.

  • Keempat: melawannya dengan kesabaran dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah kepada Allah dan juga dari gangguan manusia. Ia berusaha memikul itu semua karena Allah.


Apabila telah sempurna tingkatkan-tingkatan (jihad melawan hawa nafsu) ini, maka ia telah menjadi ulama Rabbani. Sesungguhnya para Salaf sepakat bahwa seorang yang berilmu tidaklah berhak menyandang gelar ulama Rabbani sampai dirinya mengetahui al-haq, kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya. Barangsiapa mengetahui (kebenaran), kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya, maka dialah yang akan diseru dengan keagungan dihadapan para malaikat-malaikat penjaga langit."


Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Ketigabelas





Pelajaran Ketigabelas

:قال المؤلِّف رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
.قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلا هَذِهِ السُّورَةَ لَكَفَتْهُمْ

Berkata Penulis rahimahullah Ta'ala: "Berkata al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah: "Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah (al-Qur'an) kepada makhluknya melainkan hanya surat ini saja, maka niscaya mencukupi mereka."






?Penjelasan:


Al-Imam asy-Syafi'i beliau adalah salah satu ulama besar dan tershohor. Nama beliau adalah Muhamad bin Idris bin al-'Abbas bin 'Utsman bin Syaafi' al-Haasyimi al-Qurasyi. Kunyah beliau Abu Abdillah. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H dan meninggal pada tahun 204 H.


Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi rahimahullah setelah berhujjah dengan surat al-'Asher, beliau berhujjah juga dengan Atsar al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah.


"Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah (al-Qur'an) kepada makhluknya melainkan hanya surat ini saja, maka niscaya mencukupi mereka."


Wednesday, September 17, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 19





Pelajaran Kesembilanbelas : Alamat Kedua dari Alamat Khafadh atau Jar


MATAN:


 قال المؤلف - رحمه الله:


"وَأَمَّا الْيَاءُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلْخَفْضِ في ثَلاَثَةِ مَوَاضِعَ: في الأسْمَاءِ الْخَمْسَةِ، وَفي التَّثْنِيّةِ، وَالْجَمْعِ."


Berkata penulis rahimahullah:


"Adapun Ya, maka ia menjadi alamat bagi Khafadh pada tiga tempat:




  1. Al-Asmaaul Khamsah.

  2. Tatsniyyah.

  3. Jamak.






?PENJELASAN:

Alamat kedua dari alamat Khafadh suatu kalimat adalah Ya. Ya, ia menjadi alamat bagi Khafadh pada tiga tempat;




  1. Al-Asmaaul Khamsah.


Telah berlalu pembahasan definisi Al-Asmaaul Khamsah.

Disini disebutkan oleh penulis rahimahullah bahwa Al-Asmaaul Khamsah jika di Jar atau dalam keadaan Majrur, maka alamat Jar-nya adalah Ya.


Contoh:

سَلَّمْتُ عَلَى أَبِيْكَ.


"Aku memberi salam kepada ayahmu."


اشْتَرَيْتُ هَذَا الْقَلَمَ مِنْ أَخِيْكَ.


"Aku membeli pena ini dari saudaramu."


هَذِهِ الصَّدَقَةُ مِنْ ذِيْ مَالٍ.


"Shadaqah ini dari orang yang memiliki harta."


Perhatikanlah tiga contoh diatas!

Pada tiga Jumlah diatas, kalian mendapatkan kalimat (أَبِيْكَ), (أَخِيْكَ) dan (ذِيْ مَالٍ) semua dalam keadaan Majrur, hal ini disebabkan karena adanya huruf Khafadh atau Jar yang masuk padanya. Apabila ada huruf Khafadh atau Jar masuk pada Al-Asmaaul Khamsah, maka mengharuskan ia menjadi Majrur atau Makhfudh, sedangkan alamat Jar dari ketiga kalimat diatas adalah Ya, karena ketiganya adalah termasuk dalam Al-Asmaaul Khamsah.


Monday, September 15, 2014

Mengaku-Ngaku Jadi Ulama




MENGAKU-NGAKU JADI ULAMA



Bersama: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah


Soal:




Apakah yang dimaksud dengan At-Ta'aalum yang tercela, dan bagaimanakah cara agar tidak terjatuh didalamnya, serta bagaimana membedakan antara dia dengan orang yang berdakwah di jalan Allah dan menyebarkannya sebagai pengamalan haditsnya (Nabi) shallallahu 'alaihi wasallam "Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat"?



Jawaban:


Pembahasan At-Ta'aalum yang tercela telah ditulis oleh saudara kita Bakr bin Abdillah Abu Zaid hafizhahullah, suatu risalah yang berharga yang kami nasehatkan untuk diambil faedah darinya. Dia (at-Ta'aalum) adalah bisa bentuknya seseorang yang menganggap dirinya berilmu, padahal dia jahil, dan ini biasa dinamakan dengan jahil murakkab[1] atau bentuknya mengaku-ngaku punya ilmu namun dia tahu kalau dirinya memang bukan orang yang berilmu, akan tetapi dia bergaya dihadapan umum. Hal ini termasuk dalam katagori at-Ta'aalum.


Dari sini, ada perkara yang ingin saya ingatkan, yaitu perbedaan antara seorang yang berilmu dan seorang dai. Terkadang seorang dai baru memiliki hafalan sekitar sepuluh hadits, kemudian dia (berdakwah) berpindah dari satu masjid ke masjid yang lainnya. Ketika bertemu dengan orang-orang awam, mereka mengatakan kepadanya: "Semoga Allah memperbanyak dai semisalmu", (mendengar hal itu) dia menjadi besar kepala, padahal tidaklah yang dia miliki melainkan sekitar sepuluh hadits saja.


Terkadang ada orang yang memiliki pengetahuan bahwa bumi berputar, matahari diam dan bulan naik. Dia mendendang-dendangkan hal-hal seperti ini di majelis-majelis. Datanglah orang-orang awam menemuinya dan mengelus-elus pundaknya sambil berkata kepadanya: "Semoga Allah memperbanyak dai semisalmu." Mereka menganggapnya sebagai orang yang berilmu.


Terkadang pula ada seorang yang pergi mendatangi pemerintah dan dapat memberikan penerangan dengan sebenar-benarnya kepada pemerintah, kemudian dianggap oleh orang-orang bahwa dia adalah pahlawan, dia-lah orang yang jujur, dia-lah yang berani berbicara tentang kebenaran, dia tidak takut terhadap celaannya orang-orang yang mencela.


Maka harus dibedakan antara mereka dengan para ulama (yang sebenarnya). Ilmu itu membutuhkan kesabaran. Berkata Yahya bin Abi Katsir kepada anaknya: "Ilmu itu tidaklah akan dicapai dengan bersantai-santai. Suatu hal yang mungkin, dia datang ketempat ini (Dammaj) bisa menghafal 70.000 atau bahkan lebih, sebagian mereka ada yang datang (belajar) diwaktu malam, kemudian melakukan safar pada pagi harinya. Ilmu membutuhkan kesabaran; kesabaran dalam menghafal, kesabaran dalam mengamalkan ilmunya, kesabaran dalam mendakwahkannya dan kesabaran (mengekang diri) agar tidak lari dari ilmu. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:

Sunday, September 14, 2014

Bab : Tayammum




BAB TAYAMMUM



DEFINISI TAYAMMUM


Definisi tayammum secara bahasa bermakna “bermaksud” dan “bersengaja”, sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala:


{وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ}


"Dan janganlah kamu bersengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya." [QS. Al Baqarah: 267]


Sedangkan makna tayammum jika ditinjau menurut syariat adalah “Beribadah kepada Allah dengan bersengaja menggunakan tanah/ debu untuk mengusap wajah dan dua telapak tangan disertai niat”.


TAYAMMUM SYARIAT KHUSUS UMAT ISLAM


Syariat tayyamum merupakan kekhususan bagi umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dimana syariat ini tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabda beliau:


«أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا».


“Diberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku; (pertama) aku ditolong dengan ditanamkannya rasa takut pada musuh-musuhku terhadapku walaupun jarak (aku dan mereka) masih sebulan perjalanan, (kedua) bumi dijadikan untukku sebagai masjid (tempat mengerjakan shalat), dan sebagai sarana bersuci….” [HR. Al-Bukhari - Muslim, dari shahabat Jabir bin Abdillah]


Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwasanya tayammum merupakan rukhshah (keringanan) dan keutamaan yang Allah Ta'ala berikan secara khusus kepada umat ini yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya. (Al-Majmu’ 2/239)


Saturday, September 13, 2014

Kado Kedua : Fatwa-Fatwa Seputar Perhiasan Wanita

KADO KEDUA : FATWA-FATWA SEPUTAR PERHIASAN WANITA






AL FATWA FI ZIINAH BINTU HAWA



Karya: Ummu Salamah As Salafiyah Al 'Abbasiyah Hafizhahallahu Ta'ala


KECINTAAN WANITA TERHADAP PERHIASAN


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


{أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ}


"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran" [QS: Az Zukhruf: 18].


Berkata Ibnu Abdil Barr: "Dahulu dikatakan bahwa akal seorang perempuan ada pada kecantikannya dan kecakapan seorang laki-laki ada pada akalnya" [Bahjatul Majalis (3/7)].


Dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam (Ath Thabaqat 2/364) dengan sanad yang shahih bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha berkata kepada Abu Hurairah: Sesungguhnya engkau telah (banyak) meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hadits yang mana aku tidak pernah mendengarnya darinya, maka Abu Hurairah berkata:  "Wahai ibu, cermin dan celak telah menyibukkanmu sedangkan aku, tidak ada sesuatupun yang menyibukkanku darinya"


Dan dalam Shahih Al-Bukhari [No. 2628] dari Aiman Al-Makki dia berkata: "Aku menemui 'Aisyah radhiyallahu 'anha dan dia mengenakan daster kain yang tebal seharga lima dirham, ia berkata: "Angkatlah pandanganmu kearah budakku, lihatlah padanya bahwa ia menyombongkan diri dengan memakainya di rumah, dan sungguh dahulu aku memiliki daster pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka tidak ada seorang wanita pun di Madinah yang akan dirias untuk acara pernikahan kecuali dia mengutus padaku untuk meminjamnya"


Nasehat Untuk Orang Yang Tidak Suka Ilmu Al-Jarh Wat-Ta'dil







NASEHAT UNTUK ORANG YANG TIDAK SUKA ILMU Al-JARH WAT-TA'DIL

Berkata Al Imam Al Wadi'i rahimahullah Ta'ala:


"Seorang yang meninggalkan ilmu al-Jarh (cercaan) wat-Ta'dil (pujian), maka berarti dia membenci sunnah.


Apabila disana tidak ada ilmu al-Jarh wat-Ta'dil, maka sungguh perkataan da'i (sunni) yang berilmu dan memiliki keutamaan yang menyeru dijalan Allah akan disamakan dengan perkataannya 'Ali At Thanthawi, Mahmud Ash Shawwaf, Muhamad Al Ghazali, atau Syiah Rafidhah, atau disamakan dengan perkataan si Shufi Hasan As Saqaf.


Maka Aku katakan: Tidaklah yang meninggalkan ilmu ini melainkan orang yang jahil, atau ada pada hatinya penyakit atau dia sendiri tahu kalau dirinya orang yang majruh (tercerca), sehingga berusaha membuat (orang) lari dari ilmu al-Jarh wat- Ta'dil, karena dia tahu kalau dirinya (termasuk) orang yang tercerca.


Sumber : Kitab "Nashaih wa Fadhaaih" halaman 114.

Friday, September 12, 2014

Al Ushul Ats Tsalaatsah : Pelajaran Keduabelas





Pelajaran Keduabelas

قال المؤلِّف رحمه الله تعالى: وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: بسم الله الرحمن الرحيم {وَالْعَصْرِ - إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ - إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ} [العصر: 1 - [3

Berkata Penulis_rahimahullah Ta'ala: "Dalilnya adalah Firman-Nya Ta'ala: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." [QS. Al 'Ashr: 1-3]






?Penjelasan:


Setelah Asy Syaikh rahimahullah menyebutkan empat kewajiban yang harus dipelajari oleh setiap muslim, beliau kemudian menyebutkan dalil dari Al Qur'an yang menunjukan apa yang telah beliau sebutkan.


Sisi pendalilan dari surat Al 'Ashr dengan apa yang telah beliau sebutkan adalah;


Pertama:


{إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا}


Ini adalah dalil untuk kewajiban berilmu, karena Sesuatu yang dia imani pasti telah dia ilmui terlebih dahulu.


Berkata Al Imam As Sa'di rahimahullah: "Tidaklah akan (lahir) keimanan tanpa (dibangun) dengan ilmu, karena ilmu merupakan cabang dari iman, yang mana tidaklah sempurna keimanan melainkan dengannya. [Tafsir As Sa'di: 934]

PERCAKAPAN 12 : SHOLAT LIMA WAKTU




PERCAKAPAN 12 : SHOLAT LIMA WAKTU



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


Perhatian : Jika audio tidak jelas, maka gunakan earphone untuk mendengarkannya.

----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 11 : MAKAN POKOK




PERCAKAPAN 11 : MAKAN POKOK



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 10 : PAGI HARI LIBUR




PERCAKAPAN 10 : PAGI HARI LIBUR



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 9 : PAGI HARI




PERCAKAPAN 9 : PAGI HARI



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 8 : PERABOT RUMAH




PERCAKAPAN 8 : PERABOT RUMAH



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

Thursday, September 11, 2014

PERCAKAPAN 7 : APARTEMEN




PERCAKAPAN 7 : APARTEMEN



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudari anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 6 : ADZAN SHUBUH







PERCAKAPAN 6 : ADZAN SHUBUH

Untuk percakapan bab ini tidak kami sertakan audio percakapan, karena terdapat suara wanita.

-----------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 6


أَذَانُ الْفَجْرِ


ADZAN SHUBUH


 

الأُمُّ: هَذَا أَذَانُ الْفَجْرِ


Ini (suara) adzan fajar (subuh)


الأَبُ: اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ


الأَبُ: أَيْنَ اْلأَوْلاَدُ ؟


Dimana anak-anak?


الأُمُّ: سَعْدٌ فِي الْحَمَّامِ يَتَوَضَّأُ.


Sa'ad di kamar mandi sedang berwudhu'


الأَبُ: وَأَيْنَ سَعِيْدٌ ؟


الأُمُّ: سَعِيْدٌ فِي الْغُرْفَةِ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ.


Sa'id di kamar sedang membaca al-Quran


الأَبُ: وَأَيْنَ سَعِيْدَةٌ ؟


الأُمُّ: سَعِيْدَةٌ فِي الْمُصَلَّى تُصَلِّي.


Sa'idah di mushalla sedang shalat


الأَبُ: أَيْنَ الْمِعْطَفُ يَا سَعْدُ ؟


Dimana mantel, hai Sa'ad?


سَعْدٌ: هَذَا هُوَ الْمِعْطَفُ، يَا وَالِدِي.


Ini dia mantel, wahai ayahku.


الأَبُ: وَأَيْنَ النَّظَّارَةُ، يَا سَعِيْدُ ؟


Dan dimana kacamata, hai Sa'id?


سَعِيْدٌ: هَذِهِ هِيَ النَّظَّارَةُ، يَا وَالِدِي.


Ini dia kacamata, wahai ayahku.


الأَبُ: هَيًّا بِنَا إِلَى الْمَسْجِدِ.


Mari kita ke masjid


سَعْدٌ وَسَعِيْدٌ: هَيًّا بِنَا.

PERCAKAPAN 5 : TEMPAT TINGGAL 1




PERCAKAPAN 5 : TEMPAT TINGGAL 1



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


(al 'Afwu minkum kami kehilangan file nya, insya Allah menyusul)


---------------------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 4 : SILSILAH KETURUNAN




PERCAKAPAN 4 : SILSILAH KETURUNAN



PERINTAH

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


 ---------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 3 : PROFESI




PERCAKAPAN 3 : PROFESI



PERINTAH:

  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


 ------------------------------------------------  

PERCAKAPAN 2 : KEBANGSAAN




PERCAKAPAN 2 : KEBANGSAAN



PERINTAH:




  • Dengarkan terlebih dahulu audio percakapan diatas tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya) dan juga sekaligus menghafal percakapannya.

  • Kalau sudah, dengarkan kembali audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio | Download Audio (klik kanan - Save link as)


----------------------------------------------------------

PERCAKAPAN 1 : PERKENALAN




PERCAKAPAN 1 : PERKENALAN



PERINTAH:




  • Dengarkan terlebih dahulu Audio percakapan diatas pada file audio dibawah ini tanpa melihat tulisannya!

  • Setelah itu, bacalah dengan suara nyaring tulisan percakapan ini (tanpa mendengar audio) sambil memahami maknanya kalimat demi kalimat (terjemahan bebas dituliskan bawahnya).

  • Akhirnya, dengarkan lagi audionya tanpa melihat tulisannya.

  • Sekarang, cobalah praktekan percakapan tersebut dengan teman atau saudara anda!


Dengarkan Audio : al 'Afwu minkum, insya Allah menyusul karena kami kehilangan file nya.

---------------------------------------

Tuesday, September 9, 2014

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 18 (REVISI)





Pelajaran Kedelapanbelas : Bab Alamat Khafadh atau Jar Suatu Kalimat

"قال المؤلف - رحمه الله: "وَلِلْخَفْضِ ثَلاَثُ عَلاَمَاتٍ: الْكَسْرَةُ، وَالْيَاءُ، وَالْفَتْحَة.

Berkata penulis rahimahullah :

"Khafadh memiliki tiga alamat; Kasrah, Ya dan Fathah."




?Penjelasan:


Pada pembahasan yang telah lalu, kita telah mempelajari dua jenis I'rab, yaitu Rafa' dan Nashab, dan telah berlalu pula pembahasan masing-masing alamatnya. Sekarang kita memasuki jenis ketiga dari macam-macam I'rab, yaitu Khafadh. Diterangkan oleh penulis kitab ini, bahwa Khafadh memiliki tiga alamat.







Matan : 

"قال المؤلف - رحمه الله: فأَمَّا الْكَسْرَةُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلْخَفْضِ في ثَلاَثَةِ مَوَاضِعَ: في الاسْمِ الْمُفْرَدِ الْمُنْصَرِفِ، وَجَمْعِ التَّكْسِيرِ المُنْصَرِفِ, وَجَمْعِ المُؤَنْثِ السَّالِم."

Berkata penulis rahimahullah:


Adapun Kasrah, maka ia menjadi alamat bagi Khafadh pada tiga tempat;




  • Isim Mufrad yang menerima Tanwin.

  • Jamak Taksir yang menerima Tanwin.

  • Jamak Muannats Salim.






Monday, September 8, 2014

Hukum Mendengarkan Khutbah Jum'at Yang Menyelisihi Sunnah

FATAWA ASY SYAIKH MUQBIL AL WADI'I RAHIMAHULLAH









HUKUM MENDENGARKAN KHUTBAH JUM'AT YANG MENYELISIHI SUNNAH

Soal :


Apakah hukumnya seorang (khatib) menjadikan khutbah Jum'at seperti warta berita, apakah wajib bagi kita diam mendengarkannya?


Jawaban :


Tidak wajib untuk diam mendengarkannya apabila dia menjadikan khutbah Jum'at seperti warta berita.


Sungguh telah datang Atsar, bahwa Ibrahim An Nakha'i dan jama'ah berbincang-bincang saat Bani Umayyah berkhutbah. Apabila mereka diinkari, maka dijawab: "Karena Allah Ta'ala berfirman:


وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. [QS.Al A'raf: 204]


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [QS. Al Jumuah: 9]


Apabila Khutbah tersebut seperti warta berita, kosong dari firman Allah dan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan juga khutbahnya mendukung kebatilan dan para pelakunya, maka tidak wajib diam untuk mendengarkannya dan memperhatikannya, bahkan boleh baginya berbicara.


Adapun apabila khatibnya butuh mengganti tema khutbah, yaitu untuk kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin, bukan dari hawa nafsunya, maka tidak mengapa mengganti tema khutbahnya. Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan. Dan sebagaimana kalian dengarkan tadi firman Allah 'Azza wa Jalla:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ


Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah."


Sumber : http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2972

Apakah Boleh Mengamalkan Sebagian Bid'ah yang Kecil?

FATAWA ASY SYAIKH MUQBIL AL WADI'I RAHIMAHULLAH






APAKAH BOLEH MENGAMALKAN SEBAGIAN BID'AH YANG KECIL



Soal :


Apakah boleh mengamalkan sebagian bid'ah yang kecil dengan alasan karena perkara-perkara ini membuat mereka (orang-orang awam) menghindar dengan pandangan benci, padahal disana kita ingin menyatukan hati-hati mereka dan menyeru mereka kepada dakwah tauhid dan agar tidak menyekutukan Allah?


Jawaban :


Tidak boleh kita mengamalkan segala bentuk kebid'ahan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menerima taubat dari pelaku kebid'ahanan sampai dia meninggalkan kebid'ahannya".


Dan sebagaimana pula diriwayatkan dalam Ash Shahihain dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan,  maka hal itu tertolak."


Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda: "Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup (setelahku), maka dia akan melihat perselisihan yang banyak.  Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafa yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham".


Kita tidak memiliki kekuasaan dalam agama Allah, oleh karena itu, Allah berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam:


 لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ


 "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu...". [QS. Ali 'Imraan: 128]

Waspadalah Wahai Para Sopir!

Soal:


Wahai Syaikh yang mulya, pada sebagian mobil, didapatkan salon tep berhadapan dengan kaki, bahkan terkadang kaki dan sepatu diletakan diatasnya. Adapun yang menjadi pertanyaan adalah ketika memutar (murotal) Al Quran, apakah dalam hal ini terdapat unsur penghinaan terhadap Kitabullah (Al Quran)? apakah perbuatan ini bisa dikiyaskan dengan fatwa Anda tentang menjulurkan kaki didepan Kitabullah? kami mohon bimbingan Anda -semoga Allah senantiasa menjagamu-.


Jawaban:


Apabila salon tep berada dibawah kaki atau sepatu sebagai sebagaimana yang disebutkan, maka tidak boleh dia memutar (murotal) Al Quran yang mulya ini, karena keberadaan Al Quran yang mulya didengarkan lewat bawah kaki manusia, maka tidaklah diragukan lagi terdapat padanya penghinaan terhadap Al Quran. Dan apabila dia ingin mendengarkan Al Quran, maka dia harus mengangkat salon tep tadi dari hadapan kaki.


Sumber : Kaset liqoul baabul maftuh no 57 |  Download suara beliau di :


[http://zadgroup.net/bnothemen/upload/ftawamp3/od_057_09.mp3]

Hukum Riba Dalam Keadaan Darurat

FATAWA ASY SYAIKH MUQBIL AL WADI'I RAHIMAHULLAH

HUKUM RIBA DALAM KEADAAN DARURAT

Apakah hukum riba dalam keadaan darurat, alasan daruratnya seperti untuk membangun rumah atau mengobati orang sakit?

Jawab :

Tidak ada alasan darurat dalam hal ini. Riba hukumnya haram. Allah Ta'ala berfirman:

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. [QS. Al Baqarah: 276]

Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan; -disebutkan diantaranya- Riba. [HR. Al Bukhari - Muslim, dari sahabat Abu Hurairah].

Riba, tidak boleh baginya menggunakannya (untuk hal tersebut). Orang yang sakit,  semoga Allah Ta'ala menyembuhkannya dan adapun rumah, semoga Allah memberikan kemudahan baginya. Hanya kepada Allah-lah kita mohon pertolongan.

Sungguh telah diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya, dari hadits Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan datang suatu zaman, dimana orang-orang tidak peduli darimana datangnya harta, apakah dari perkara yang halal ataukah yang haram?!"

Dan telah datang pula sebagaimana yang terdapat dalam kitab "Ash Shahih Al Musnad Mimma Laisa Fish Shahihain" Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik."

Sumber : "Kaset As Ilah Minal 'Imarat" | Download suara beliau di: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2655

Ahlul Bid'ah di Majelisnya Ahlul 'Ilmi

Berkata Al Allamah Al 'Utsaimin Rahimahullah Ta'ala :

Seyogyanya bagi Ahlul 'ilmi apabila melihat dimajelisnya ada seorang mubtadi' maka hendaknya dia mengusirnya dari majelisnya, karena keberadaan mubtadi' tersebut pada diri ahlus sunnah merupakan kejelekan, dan karena kebid'ahan adalah penyakit seperti kanker yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya kecuali jika Allah menghendakinya.


Termasuk dari petunjuknya para salaf adalah mengusir para pelaku kebid'ahan dari majelisnya para penuntut ilmu, dan demikian pula seyogyanya mereka diusir keberadaannya dari masyarakat secara menyeluruh serta hendaknya ruang lingkup mereka disempitkan agar tidak tersebar kebid'ahannya.


sumber: http://ar.alnahj.net/audio/download/162/oth_dardmobtadeh.mp3

Pemahaman dan Ilmu yang Baik

قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله: "كثير من الناس أوتوا علما ولكن لم يؤتوا فهما، فلا يكفي أن تحفظ كتاب الله عز وجل وما تيسر من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم بدون فهم، لا بد أن تفهم عن الله ورسوله ما أراده الله ورسوله وما أكثر الخلل من قوم استدلوا بالنصوص على غير مراد الله عز وجل ورسوله صلى الله عليه وسلم فحصل بذلك الضلال." (الصحوة الإسلامية ضوابط وتوجيهات / ص23).


Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :


"Kebanyakan manusia dianugerahi ilmu namun tidak diberikan pemaham, maka tidaklah cukup engkau menghafal Kitabullah (Al Quran) dan apa yang dimudahkan dari sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Engkau juga harus dapat memahami (apa yang datang) dari Allah dan Rasul-Nya serta apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Betapa banyak kerusakan yang terjadi dari suatu kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya kehendaki, sehingga dengan sebab itu muncullah kesesatan." ------------------------------


Sumber: Kitab Ash Shahwah Al Islamiyah Dhawabith wa Taujihat hal 23.

Ketika Kebatilan dihiasi Kebenaran

Berkata Al 'Allaamah Shalih Al Fauzan hafizhahullahu ta'ala:

"Seandainya kebathilan itu ditampakkan niscaya tidak akan ada seorang pun yang menerimanya, akan tetapi apabila dia dibungkus dengan sedikit kebenaran, maka kebathilan tersebut akan diterima oleh kebanyakan manusia." ----------------------------------------------------



[Syarh Kasyfu Asy Syubhaat hal. 56]

Sunday, September 7, 2014

Hadist 35 - 'Umdatul Ahkam




HADITS KETIGA PULUH LIMA



عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - «أَنَّهُ كَانَ هُوَ وَأَبُوهُ عِنْدَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، وَعِنْدَهُ قَوْمٌ، فَسَأَلُوهُ عَنْ الْغُسْلِ؟ فَقَالَ: صَاعٌ يَكْفِيكَ فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يَكْفِينِي، فَقَالَ جَابِرٌ: كَانَ يَكْفِي مَنْ هُوَ أَوْفَى مِنْك شَعْرًا، وَخَيْرًا مِنْكَ - يُرِيدُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ثُمَّ أَمَّنَا فِي ثَوْبٍ» ، وَفِي لَفْظٍ «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُفْرِغُ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثًا».


"Dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhum, bahwasanya ia dan ayahnya berada di sisi Jabir bin 'Abdullah, dan di dekat Jabir juga ada sekelompok orang yang bertanya kepadanya tentang cara mandi. Jabir bin Abdullah lalu menjawab, "Cukup bagimu dengan satu Sha' air." Tiba-tiba ada seorang yang berkata, "Bagiku tidak cukup!" Maka Jabir pun berkata, "Seukuran itu cukup buat orang yang lebih lebat rambutnya darimu, dan yang lebih baik darimu.-maksudnya Rasulullah shallalllahu 'alaihi wasallam-"." [HR. Al Bukhari dan Muslim]


Dalam lafazh yang lainnya: "Dahulu Nabi shallalllahu 'alaihi wasallam menyiramkan air diatas kepalanya sebanyak tiga kali." [HR. Al Bukhari]


-------------------------------------------------


Hadist - 34




HADITS KETIGA PULUH EMPAT



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «إذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ» ، وَفِي لَفْظٍ «وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ»


"Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seseorang duduk di antara empat anggota badannya (maksudnya kedua paha dan kedua tangan wanita), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi." [HR. Al Bukhari dan Muslim]. Dalam suatu riwayat: "Walaupun tidak keluar air mani." [HR. Muslim]


----------------------------------------------------------


Hadist - 33




HADITS KETIGA PULUH TIGA



عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ «كُنْت أَغْسِلُ الْجَنَابَةَ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَيَخْرُجُ إلَى الصَّلَاةِ، وَإِنَّ بُقَعَ الْمَاءِ فِي ثَوْبِهِ. وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَرْكًا، فَيُصَلِّي فِيهِ.»


"Dari 'Aisyah_radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Aku mencuci sisa dari janabat (bekas mani) pada pakaian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau keluar untuk shalat, sementara kainnya masih nampak basahnya." [HR. Al Bukhari]


Dalam lafazh Muslim: "Sesungguhnya aku pernah menggaruk air mani yang terdapat pada pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau menggunakan pakaian tersebut untuk mendirikan shalat." [HR. Muslim]


---------------------------------------------------------------------


Hadist - 32




HADITS KETIGA PULUH DUA



عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - زَوْجِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَتْ «جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ امْرَأَةُ أَبِي طَلْحَةَ - إلَى رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَتْ: يَا.  رَسُولَ اللَّهِ، إنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إذَا هِيَ احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: نَعَمْ، إذَا رَأَتْ الْمَاءَ»


"Dari Ummu Salamah_radhiyallahu 'anha – istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam -, ia berkata, "Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi bila ihtilam (mimpi basah)?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ya. Jika dia melihat air." [HR. Al Bukhari - Muslim]


-------------------------------------------------


Hadist - 31




HADITS KETIGA PULUH SATU



عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ «يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ»


"Dari Abdullah bin 'Umar_radhiyallahu 'anhuma, bahwa 'Umar bin Al Khaththab bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah boleh seorang dari kami tidur dalam keadaan dia junub?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ya. Jika salah seorang dari kalian telah berwudhu, maka tidurlah (meskipun dalam keadaan junub)." [HR. Al Bukhari - Muslim]


--------------------------------------------------------


Hadist - 29 dan 30





BAB MANDI JANABAH

HADITS KEDUA PULUH SEMBILAN



عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ «كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ، ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ اغْتَسَلَ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدَيْهِ شَعْرَهُ، حَتَّى إذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ، وَكَانَتْ تَقُولُ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ إنَاءٍ وَاحِدٍ، نَغْتَرِفُ مِنْهُ جَمِيعًا».


"Dari 'Aisyah_radhiyallahu 'anha, ia berkata,: "Nabi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika mandi janabah, mencuci tangannya dan berwudhu' sebagaimana wudhu' untuk shalat. Kemudian mandi dengan meratakan air ke celah-celah rambutnya dengan tangannya, hingga bila telah yakin bahwa dirinya telah membasahi dasar kulit kepalanya, selanjutnya Beliau mengguyurkan air ke atas kepalanya tiga kali. Lalu membasuh seluruh badannya". 'Aisyah berkata,: "Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. dari satu bejana dimana kami saling mengambil (menciduk) air bersamaan". [HR. Al Bukhari - Muslim]






HADITS KETIGA PULUH



 عَنْ مَيْمُونَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - زَوْجِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهَا قَالَتْ «وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَضُوءَ الْجَنَابَةِ، فَأَكْفَأَ بِيَمِينِهِ عَلَى يَسَارِهِ مَرَّتَيْنِ - أَوْ ثَلَاثًا - ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ، ثُمَّ ضَرَبَ يَدَهُ بِالْأَرْضِ، أَوْ الْحَائِطِ، مَرَّتَيْنِ - أَوْ ثَلَاثًا - ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ، وَغَسَلَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ، ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ، ثُمَّ غَسَلَ جَسَدَهُ، ثُمَّ تَنَحَّى، فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ، فَأَتَيْتُهُ بِخِرْقَةٍ فَلَمْ يُرِدْهَا، فَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ».


"Dari Maimunah bintul Harits_radhiyallahu 'anha – istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam  - ia berkata,: "Aku mengambilkan untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam air wudhu untuk mandi janabah. Beliau menuangkan dengan telapak tangan kanannya ke atas telapak tangan kirinya lalu mencucinya dua kali atau tiga kali. selanjutnya mencuci kemaluannya dan kemudian memukulkan tangannya ke tanah atau dinding dua kali atau tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung lalu mencuci wajahnya dan kedua lengannya. Kemudian mengguyurkan air ke atas kepalanya lalu membasuh badannya. Kemudian berpindah dari tempat mandinya, lalu membasuh kakinya". Selanjutnya aku berikan handuk kepada Beliau, namun Beliau menolaknya, Beliau mengeringkan air dari badannya dengan tangannya." [HR. Al Bukhari - Muslim]


----------------------------------------------------------