Friday, August 29, 2014

Hukum Memenuhi Undangan Walimah Khitan

Sebelumnya telah lewati pembahasan kita seputar hukum memenuhi undangan walimah pernikahan, yang mana pendapat terkuat dan terpilih adalah wajib berdasarkan dalil-dalil yang menunjukan atas kewajiban memenuhi undangan tersebut.


Adapun memenuhi undangan makan selain walimah pernikahan seperti walimah khitan maka para ulama juga berbeda pendapat menjadi dua pendapat :


Pendapat Pertama: Menyatakan bahwa hukumnya wajib, ini adalah pendapat Asy Syafi'iyah, Al 'Anbary dan Ibnu Hazm dan dipilih oleh Asy Syaukany. Dalil mereka keumuman hadits hadits Abu Huroiroah:


حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ» قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: «إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ ..... « الحديث


"Hak seorang muslim terhadap seorang muslim ada enam perkara." Lalu beliau ditanya; 'Apa yang enam perkara itu ya Rosululloh?' Beliau menjawab: "Bila engkau bertemu dengannya, ucapkanlah salam kepadanya, bila dia mengundangmu, penuhilah undangannya…[HR. Muslim dengan lafadz ini].


Mereka berdalil pula dengan sabda Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam:


«إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ، فَلْيُجِبْ عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ»


"Jika salah seorang dari kalian mengundang saudaranya, hendaknya ia penuhi undangan tersebut, baik undangan pernikahan atau semisalnya" [HR. Muslim dari shohabat Ibnu 'Umar].


Pendapat Kedua: menyatakan bahwa hukumnya sunnah, ini adalah pendapat Jumhur (kebanyakan) para ulama. Dalil yang memalingkan dari wajib kepada sunnah adalah hadits Anas rodhiyallohu 'anhu berkata:


أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ، فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ، فَقَالَ: «وَهَذِهِ؟» لِعَائِشَةَ، فَقَالَ: لَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا»، فَعَادَ يَدْعُوهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَهَذِهِ؟»، قَالَ: لَا، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا»، ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَهَذِهِ؟»، قَالَ: نَعَمْ فِي الثَّالِثَةِ، فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ.


"Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam mempunyai tetangga seorang bangsa Persia yang pandai memasak. Pada suatu hari dia memasak hidangan untuk Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam. Setelah itu dia datang mengundang beliau. Beliau bertanya: "'Aisyah bagaimana? orang itu menjawab: 'Dia tidak!', Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau begitu aku juga tidak!", orang ittu mengulangi undangannya kembali. Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bertanya: "'Aisyah bagaimana?" orang itu menjawab: 'Dia tidak!', Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau begitu aku juga tidak!" Orang itu mengulangi undanyannya pula. Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bertanya: "'Aisyah bagaimana?" Jawab orang itu pada ketiga kalinya; 'Ya, 'Aisyah juga.' Maka Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam pergi bersama 'Aisyah ke rumah tetangga itu.



Sisi Pendalilan dari hadits ini bahwa Rosululloh tidak memenuhi undangan orang tersebut.


Menjawab pendalilan pendapat pertama:




  • Hadits Abu Huroiroh yang dijadikan dalil pendapat pertama bersifat umum bahwa semua bentuk undangan wajib dipenuhi, namum hadits Anas yang telah kita sebutkan di atas telah memalingkan keumuman hukum tersebut kepada mustahab atau sunnah.

  • Adapun hadits Ibnu Umar dengan lafadz di atas diriwaytakan dari jalan Ma'mar dari Ayyub dari Nafi'. Riwayat Ma'mar menyelisihi riwayat Hamad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi', karena riwayat Hammad tanpa ada tambahan lafadz "baik undangan pernikahan atau semisalnya". Hammad adalah orang yang paling tsiqoh periwayatannya dari Ayyub. Dengan ini, riwayat Ma'mar dikatagorikan "Syadzah" karena menyelisihi rowi yang lebih tsiqoh dalam periwayatannya dari Ayyub.


Disana juga terdapat riwayat lain dengan lafadz:


«مَنْ دُعِيَ إِلَى عُرْسٍ أَوْ نَحْوِهِ، فَلْيُجِبْ»


“Barangsiapa yang diundang ke pesta pernikahan atau semisalnya, hendaknya ia mendatanginya."


Riwayat ini dari jalan Az Zubaidy dari Nafi' dari Ibnu 'Umar. Namun para perowi dari Nafi seperti Malik, 'Ubaidulloh Al 'Umary, Isma'il bin Umayyah, Musa bin 'Uqbah, dan 'Umar bin Muhammad, semua meriwayatkan tanpa lafadz " pernikahan atau semisalnya". Sehingga disini riwayat Az Zubaidy dikatagorikan Syadzah pula.


Dari sini kita mengetahui bahwa lafadz hadits Ibnu 'Umar tentang kewajiban memenuhi undangan hanya terkait dengan walimah pernikahan saja, sebagaimana yang telah ditunjukan dalam riwayat yang  Al Imam Al Bukhory dan Muslim dari Nafi dari Ibnu Umar, bahwa Rosululloh bersabda:


«إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا»


“Jika salah seorang dari kalian diundang ke acara pesta pernikahan maka hendaknya dia datang.” [Muttafaqun 'alaihi dari shohabat Ibnu Umar]


Riwayat ini lebih shohih dari lafadz Muslin dari jalan Ma'mar maupun Az Zubaidy. Wallohu a'lam.


4KESIMPULAN:


Melihat dalil-dalil yang telah kita paparkan di atas maka terlihat bahwa pendapat Jumhur 'ulama lebih kuat dan terpilih, ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syekh Al 'Utsaimin dan Syekhuna 'Abdurohman Al 'Adeny. Bahwa semua bentuk undangan walimah atau makan selain pesta pernikahan maka hukumnya sunnah. Wallohu 'alam bish showab.


?PERINGATAN:


Sebagaimana telah lewat, jika di dalam acara tersebut terdapat kemungkaran maka tidak boleh kita hadir di dalamnya. Silakan lihat pembahasan kita yang telah lewat dalam permasalahan “Hukum Mendatangai Walimah atau Pesta Pernikahan.” Wallohul muwaffiq ilash showab.









(Disusun oleh: Abu 'Ubaidah Iqbal Al Jawy_13 Dzulhijjah 1434 H_18 Okt 2013_Darul Al Hadits Al Fiyusy Lahj_Yemen)

No comments:

Post a Comment